TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 170 negara menandatangani Paris Agreement atau kesepakatan global tentang perubahan iklim di New York pada Jumat, 22 April 2016.
Negara-negara yang tidak ikut menandatangani perjanjian memiliki waktu satu tahun ke depan untuk ikut serta di dalamnya. Negara-negara tersebut antara lain beberapa penghasil minyak terbesar di dunia, seperti Arab Saudi, Irak, Nigeria dan Kazakhstan.
Seperti dikutip Time, setelah penandatanganan, negara-negara yang terlibat harus secara resmi menyetujui perjanjian melalui undang-undang atau aturan hukum nasionalnya.
Paris Agreement akan mulai berlaku setelah ditandatangani 55 negara atau 55 persen negara penyumbang emisi global resmi bergabung.
Amerika Serikat dan Cina, yang bersama-sama menyumbang hampir 40 persen emisi global, telah mengatakan kesiapannya untuk bergabung tahun 2016.
"Kami ingin berada di gelombang pertama negara yang meratifikasi," kata Maros Sefcovic, Kepala Energi 28 Negara Uni Eropa, kepada wartawan, Kamis, 21 April 2016.
Paris Agreement adalah respon terbaru dunia terhadap peningkatan suhu, naiknya permukaan air laut dan dampak lain dari perubahan iklim. Kesepakatan itu diputuskan pada Conference of Parties (COP) di Paris pada Desember 2015.
Berdasarkan perjanjian tersebut, tiap negara menetapkan target sendiri untuk mengurangi emisi gas-gas rumah kaca. Target tidak mengikat secara hukum, namun negara-negara harus memperbaruinya setiap lima tahun.
Analisis ilmiah menunjukkan pemanasan global harus tetap berada di bawah 2 derajat Celsius dibandingkan masa sebelum Revolusi Industri. Suhu rata-rata global telah meningkat hampir 1 derajat C. Tahun lalu adalah rekor suhu bumi terpanas.
Para ilmuwan mengatakan konsekuensi dari pemanasan global bisa mengakibatkan bencana besar di beberapa tempat, memusnahkan tanaman, banjir wilayah pesisir dan mencairnya es di Kutub Utara.
Kabar baik dari laporan Badan Energi Internasional. Lembaga ini menyebut emisi energi global, sumber terbesar gas rumah kaca, tidak mengalami peningkatan sejak tahun lalu, meskipun ekonomi global tumbuh.
Memang, bahan bakar fosil masih lebih banyak digunakan ketimbang sumber-sumber energi terbarukan seperti angin dan tenaga surya.
TIME | MECHOS DE LAROCHA