TEMPO.CO, Istanbul - Sebuah bom bunuh diri meledak di area ramai turis di pusat Kota Istanbul pada Sabtu kemarin. Sedikitnya empat orang tewas dan 36 orang terluka. “Tujuh orang dalam kondisi kritis dan empat orang menjalani operasi,” ujar Menteri Kesehatan Turki Mehmet Muezzinoglu, Ahad, 20 Maret 2016.
Seorang sumber dari pemerintah Israel dan dari Amerika Serikat yang familiar dengan insiden tersebut menyatakan kepada CNN bahwa dua orang yang tewas masing-masing memiliki dua kewarganegaraan. Mereka adalah warga negara Amerika dan Israel. Sedangkan pemerintah Iran menyatakan seorang warga Iran meninggal dalam ledakan tersebut.
Juru bicara Menteri Luar Negeri Israel, Alon Lavi, mengatakan ada 11 warga Israel dari 36 orang yang terluka. “Israel mengirim dua pesawat ke Turki untuk membawa mereka yang terluka dan meninggal,” katanya. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan belum ada kejelasan apakah pelaku bom mengincar warga Israel.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika, Ned Price, mengatakan Amerika mendukung penuh Turki. "Terorisme yang terus berulang ini harus dihentikan,” ujarnya.
Menteri Luar Negeri Israel mengadakan pertemuan darurat. Sejak Agustus 2014, Israel telah mengeluarkan peringatan kepada warganya untuk menghindari perjalanan ke Turki.
Korban luka lain berasal dari Irlandia, berdasarkan pernyataan dari Menteri Luar Negeri Irlandia Charlie Flanagan. Pihaknya telah memperbarui aturan larangan bepergian ke Turki menyusul ledakan tersebut. Mereka menilai ancaman terorisme masih sangat tinggi.
Setelah serangan itu, polisi menutup Taksim Square. Helikopter berputar di udara dan banyak ambulans berkumpul di lokasi. Pemilik toko yang terkejut berlarian meninggalkan lokasi. Beberapa dari mereka berlari sambil menangis.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan teroris mengincar warga tak bersalah. Ia mengatakan NATO berdiri bersama Turki untuk melawan terorisme dalam segala bentuk.
Serangan tersebut terjadi setelah minggu lalu sebuah mobil meledak di tengah wilayah yang ramai di Ankara. The Kurdistan Freedom Falcons menyatakan mereka berada di balik serangan yang menewaskan 37 orang tersebut. Grup itu merilis pernyataannya di situs mereka dan mengatakan anggotanya terjebak di tengah republik Turki yang fasis.
Anggota KFF mencari kemerdekaan di Turki dan sudah berkali-kali bentrok dengan pemerintah. Amerika Serikat dan PBB menyebut grup tersebut sebagai organisasi terorisme.
Gencatan senjata antara KFF dan Turki berakhir pada musim panas lalu setelah Turki meledakkan lokasi KFF. Beberapa warga menyalahkan Turki karena dianggap tak adil karena tindakannya membunuh warga sipil.
Seorang penyerang melakukan aksi bom bunuh diri dengan meledakkan bom di area pejalan kaki di pusat belanja Istanbul, Turki, pada Sabtu, 19 Maret 2016. Pemerintah Turki menyatakan setidaknya ada empat orang yang tewas, termasuk pelaku, dan 20 orang terluka dalam serangan itu.
Gubernur Vasip Sahin mengatakan ledakan itu terjadi di luar sebuah kantor pemerintah daerah di Jalan Istiklal, yang dipenuhi restoran, kafe, dan bangunan konsulat asing. Kawasan tersebut juga merupakan salah satu lokasi yang terkenal dan selalu ramai pengunjung.
CNN | ABC NEWS | IB TIME | VINDRY FLORENTIN | FRISKI RIANA