TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak melambung seiring dengan memburuknya hubungan diplomatik Arab Saudi dan Iran. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan terganggunya pasokan minyak dunia.
Harga minyak mentah Brent naik lebih dari 3 persen pada Senin. Harga sebelumnya hanya US$ 38,10 per barel, yang artinya hanya naik sekitar 2 persen. Selain itu, minyak mentah dari Amerika Serikat naik lebih dari 2 persen menjadi US$ 37,81 per barel.
Harga saham ini naik disinyalir karena adanya ketegangan antara Arab Saudi dan Iran setelah Saudi mengeksekusi seorang ulama Syiah, Nimr al-Nimr. Atas ketegangan kedua belah negara tersebut, harga emas juga naik 1 persen.
“Dengan memanasnya hubungan geopolitik antara Arab Saudi dan Iran, pasar akhirnya menempatkan premium pada harga saat pasar dibuka (awal 2016),” kata seorang broker Phillip Futures sebagaimana dilansir dari situs BBC.
Arab Saudi, negara Islam dengan mayoritas Sunni, telah memutus hubungan diplomatiknya dengan Iran yang beraliran Syiah. Hal ini dilakukan setelah para demonstran di Teheran mengobrak-abrik kedutaan Saudi menyusul eksekusi Nimr al-Nimr.
Menteri Luar Negeri Saudi Adel al-Jubeir mengatakan diplomat Iran memiliki waktu selama 48 jam untuk meninggalkan negara tersebut. Kemudian, petinggi Iran memperingatkan Arab Saudi bahwa atas tindakannya tersebut, mereka akan menghadapi konsekuensi.
Khawatir terjadi pergolakan lebih lanjut di Timur Tengah, Amerika Serikat mendesak para pemimpin regional mencoba meredakan ketegangan tersebut.
Meskipun terjadi kenaikan harga minyak, Bernard Aw, pengamat strategi pasar di IG Markets di Singapura, mengatakan kelebihan pasokan minyak mentah global akan terus membebani harga dalam jangka panjang.
Harga minyak telah turun dua pertiganya sejak pertengahan 2014. Analis memperkirakan produsen memompa antara 0,5 juta dan 2 juta barel minyak setiap hari, yang mana angka tersebut sudah melebihi angka permintaan.
BBC.COM | LARISSA HUDA