TEMPO.CO, Bandar Seri Begawan - Selama Ramadan, seluruh restoran atau warung makan di Brunei Darussalam tutup. Ini kedua kalinya pemerintah Brunei memberlakukan larangan rumah makan beroperasi pada siang hari selama Ramadan.
Sebagai negara yang menjalankan hukum syariah Islam dengan populasi muslim mayoritas atau sekitar 420 ribu jiwa (diperkirakan 66 persen dari total populasi Brunei), negara anggota ASEAN ini mengecualikan larangan itu hanya untuk area rumah sakit.Terhadap warga nonmuslim, makanan atau minuman wajib dinikmati di rumah masing-masing. Tak ada ruang publik yang boleh dipakai untuk makan atau minum selama Ramadan. Peraturan ini pernah diprotes pada 2014 oleh 17 pemilik restoran nonmuslim.
Protes disampaikan kepada Kementerian Urusan Agama. Mereka meminta izin agar restoran boleh dibuka pada jam puasa untuk melayani warga nonmuslim. Namun permintaan itu ditolak.
Jessica, mantan pebisnis di Brunei, mengatakan dirinya harus mengikuti peraturan itu. "Saya hanya dapat mengatakan bisnis di sini sangat lamban. Anda harus ingat, di Brunei, tidak banyak orang. Berbeda dengan di Singapura atau Malaysia. Jadi tidak ada alasan untuk tetap menjalankan bisnis," kata Jessica, seperti dilansir Channel News Asia, Kamis, 18 Juni 2015.
Meski negara ini menjalankan peraturan berdasarkan syariah dan dengan pemerintahan monarki absolut, semua warga disebut bertahan dengan alasan kehidupan yang aman dan kesejahteraan yang terjamin. "Ini tempat yang damai dan setiap orang di sini sangat suka menolong dan baik," kata Catherine Wong, seorang ahli gizi.
CHANNEL NEWS ASIA | MARIA RITA