TEMPO.CO, Tokyo - 70 tahun yang lalu tepat di hari ini, pesawat Amerika Serikat B29 membombardir ibu kota Jepang, Tokyo. Serangan bom tersebut dianggap paling mematikan dalam sejarah. Pemboman tersebut lebih merusak daripada bom atom Hiroshima dan Nagasaki.
Seperti yang dilansir oleh SBS.com.au serangan itu terjadi pada dini hari 10 Maret 1945 di distrik Asakusa Tokyo Jepang pusat perbelanjaan paling ramai. Serangan dimulai setelah tengah malam dan berlangsung selama hampir dua setengah jam. Sebagian Tokyo hancur berkeping-keping, puluhan ribu orang tewas, dan ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal.
Yoshitaka Kimura berusia 7 tahun ketika serangan udara itu terjadi. 70 tahun kemudian, ia masih mengingat ketika itu mencari perlindungan di sebuah toko yang akhirnya menjadi salah satu dari beberapa bangunan di daerah tersebut yang masih tegap berdiri.
"Bom api pun berjatuhan seperti hujan. Itu mirip dengan festival kembang api di sepanjang sungai Sumida, sebagai seorang anak kecil, saya pikir itu luar biasa." Puluhan ribu orang yang melarikan diri ke sungai Sumida dibakar, dihancurkan, tenggelam dan mati lemas.
Rencana pemboman sebelumnya oleh AS adalah sebagian besar dataran tinggi, yang ditargetkan pabrik pesawat dan fasilitas militer lainnya.
Tetapi pada 10 Maret, Amerika Serikat mengubah taktiknya, para pembom B29 terbang jauh lebih rendah, melepaskan ribuan bom curah ke target yang padat penduduk termasuk kawasan pemukiman, membakar rumah-rumah yang terbuat dari kayu dan kertas tradisional.
Foto-foto yang diambil pada hari-hari setelah pemboman menunjukkan kehancuran yang luar biasa.
Kimura sekarang menjadi salah satu dari sedikit orang yang masih hidup untuk menceritakan kisah tragis tersebut.
"Mungkin itu bukan sesuatu yang bisa dilakukan, tapi saya pikir orang perlu berkomunikasi lebih kuat, lebih dalam (tentang serangan udara). mungkin ada beberapa kemungkinan bahwa itu (perang) dapat dihindari."
SBS.COM | YON DEMA