TEMPO.CO, Batam - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Australia Tony Abbott sepakat untuk mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mencegah terulangnya penyadapan yang dapat merusak hubungan kedua negara.
"Kami membahas metode untuk menjaga dan meningkatkan kemitraan kedua negara pada masa mendatang berdasarkan prinsip saling menguntungkan dan menghormati," kata Presiden dalam pernyataan pers bersama Abbott seusai pertemuan di Nongsha Point Marina, Batam, Rabu, 4 Juni 2014.
Pemimpin kedua negara bertemu untuk pertama kali sejak terungkapnya penyadapan telepon sejumlah pejabat tinggi Indonesia oleh intelijen Australia. Skandal penyadapan itu diungkap "peniup peluit" asal Amerika Serikat, Edward Snowden, di media massa Australia pada 18 November 2013. Bocoran itu menyebut Australia menyadap percakapan telepon Presiden, Ibu Negara, dan sembilan pejabat tinggi lainnya selama 2009.
Indonesia protes dengan menarik Duta Besar Nadjib Riphat Kesoema dari Canberra. Dubes Nadjib telah kembali bertugas pekan lalu.
Abbott yang tiba di Batam sekitar pukul 15.25 bertemu dengan Presiden SBY pada pukul 17.00. Pertemuan berlangsung sekitar 40 menit.
Baca Juga:
Pertemuan berlangsung di tengah belum selesainya pembahasan kode etik hubungan yang diisyaratkan Presiden untuk memulihkan kerja sama militer dan koordinasi patroli untuk mengatasi pencari suaka ke Australia melalui Indonesia.
Presiden menekankan pentingnya penyelesaian masalah penyadapan, dan Indonesia meminta Australia segera merespons usulan kode etik yang telah disampaikan. (Baca juga: SBY: Penyadapan Itu Menyakitkan)
REUTERS | NATALIA SANTI