TEMPO.CO, Moskow – Meski sudah menandatangani kesepakatan damai dengan Ukraina pada pekan lalu, bukan berarti Rusia benar-benar akan mundur. Sejumlah pihak memandang skeptis tindakan damai Rusia dan menduga bahwa itu hanyalah taktik Rusia untuk menyatukan kembali negara-negara pecahannya, yang dimulai dengan Ukraina.
“Yang terpenting sekarang, Ukraina harus bersiap untuk kemungkinan bahwa krisis di wilayah mereka akan bertahan lama,” kata Fyodor Lukyanov, editor jurnal Rusia, Global Affairs, kepada Reuters, Senin, 21 April 2014.
Dengan penandatanganan perjanjian ini di Jenewa, berarti Putin tidak mungkin secara aktif berusaha melibatkan Rusia dalam konflik bersenjata di Ukraina dalam waktu dekat. Namun demikian, ini bukan berarti perdamaian. (Baca: Putin: Ukraina di Ambang Perang Saudara)
Negara-negara Eropa harus bersiap beradaptasi dengan masa depan ketika sanksi dijatuhkan kepada Rusia yang akhirnya harus memperumit perdagangan mereka. Hal ini terutama berdampak pada pasukan gas Rusia yang begitu diandalkan negara-negara Eropa.
Sejauh ini, Putin selalu menyangkal keterlibatannya dalam sejumlah konflik di Ukraina. Namun tak bisa dipungkiri, tujuan Rusia di Ukraina merupakan upaya untuk melindungi keamanan Rusia, melawan ekspansi NATO, dan membantu warga Ukraina berbahasa Rusia jika mereka berada di bawah penganiayaan warga pro-Ukraina dan tentara Ukraina.
Kisruh antara Ukraina dan Rusia meruncing setelah Crimea memilih untuk bergabung dengan Rusia. Hal ini memicu sejumlah warga kota lain di timur Ukraina untuk melakukan hal yang sama. Mereka sempat menguasai sejumlah gedung dan bandara. Akan tetapi akhirnya, Ukraina berhasil merebut kembali wilayah tersebut. (Baca: AS Rilis Foto Tentara Rusia di Timur Ukraina)
ANINGTIAS JATMIKA | REUTERS
Terpopuler
Tim Pencari MH370 Siap Tinggalkan Samudra Hindia
WNI Pemijat Refleksi Diadili di Malaysia
Tokoh Gerakan Demokrasi Myanmar, Win Tin, Meninggal