TEMPO.CO, Kuala Lumpur - Pemerintah Malaysia pada Senin malam, 24 Maret 2014, mengumumkan pesawat Malaysia Airlines dengan nomor penerbangan MH370 jatuh di Samudra Hindia dan ke-239 penumpangnya tewas. Tujuh penumpang MH370 adalah warga negara Indonesia. Keluarga mereka saat ini masih menunggu kepastian ihwal meninggalnya para penumpang dan penyebab jatuhnya pesawat.
Wakil Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Hermono, mengatakan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) tetap memantau semua perkembangan seputar pencarian MH370. "Kami sangat terkejut dengan pemberitahuan yang cukup mendadak ini," kata Hermono kepada jurnalis Tempo di Malaysia, Masrur, Selasa, 25 Maret 2014. Berikut petikan wawancara Hermono yang berlangsung sekitar satu jam di ruang kerjanya.
Apakah KBRI sudah menerima pemberitahuan resmi dari pihak Malaysia?
Iya. Kami sudah mendapatkan informasi melalui telepon dari pihak Malaysia Airlines mengenai kabar pesawat MH370 yang diperkirakan berakhir di Samudra Hindia. Selanjutnya, kami mengikuti perkembangan melalui konferensi pers yang dilakukan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak.
Bagaimana tanggapan Anda atas informasi itu?
Di satu sisi, KBRI sangat terkejut atas pemberitahuan yang cukup mendadak ini. Tentunya pemberitahuan ini cukup berat diterima oleh keluarga penumpang. Namun, di sisi lain, pengumuman ini memberi kepastian setelah kurang-lebih 17 hari tidak ada informasi pasti. Namun begitu, KBRI melihat apa yang disampaikan Perdana Menteri Najib tadi malam masih menyisakan sejumlah pertanyaan yang diharapkan bisa diklarifikasi secepatnya oleh Malaysia. Terutama pertanyaan-pertanyaan dari pihak keluarga saat kami menginformasikan pemberitahuan tersebut tadi malam.
Apa pertanyaan yang muncul dari keluarga penumpang?
Mereka mempertanyakan apakah upaya pencarian akan tetap dilanjutkan sampai reruntuhan pesawat ditemukan. Hal ini penting untuk menjawab pelbagai hipotesis yang berkembang seperti siapa yang membawa pesawat ke tempat itu dan apa motif serta tujuannya terbang hingga ke sana. Di antara mereka juga ada yang mempertanyakan tentang kompensasi yang akan diberikan pihak Malaysia Airlines kepada ahli waris. Kami mengharapkan Malaysia dapat memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut agar keluarga lebih bisa menerima kenyataan.
Pengumuman Perdana Menteri baru berdasarkan analisis radar. Bagaimana tanggapan Anda?
Memang, pernyataan PM Najib didasarkan pada data dari satelit Inmarsat serta AAIB dan bukan didasarkan pada temuan barang-barang pesawat. Karena belum ada verifikasi temuan serpihan pesawat. Jadi kesimpulan Perdana Menteri diharapkan dapat lebih didukung fakta lain termasuk serpihan pesawat, misalnya. Kami masih tunggu sehingga tidak ada lagi keraguan.
Apakah benar data dari satelit Inmarsat menyebutkan MH 370 juga melewati wilayah teritorial Indonesia. Mengapa tidak terpantau radar kita?
Info yang kami dapat, pesawat tersebut tertangkap radar Inmarsat di daerah Selat Malaka. Setelah itu radar Inmarsat sendiri tidak bisa mengetahui secara pasti apakah pesawat tersebut terbang ke koridor utara atau koridor selatan. Analisisnya memang jalur terpendek ke Samudra Hindia dengan memotong di daerah Sumatera. Namun seperti diberitakan bahwa orang yang membawa pesawat tersebut cukup pintar dengan mematikan transponder pesawat agar tidak terdeteksi radar komersial dan hanya bisa dideteksi radar militer. Bisa saja untuk menghindari radar militer kita, pesawat tersebut memutar dengan naik sedikit ke Laut Andaman. Semuanya masih spekulasi.
Apakah dengan begitu mengindikasikan pesawat memang dibajak?
Kalau memang dibajak, biasanya ada tuntutan. Sedangkan terkait dengan kasus MH370, belum ada satu pihak pun yang mengemukakan tuntutan atau pengakuan. Kita belum tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi sebelum ditemukannya kotak hitam. Karena itu, sebagaimana keluarga penumpang pesawat, KBRI juga berharap Malaysia akan meneruskan pencarian untuk menjawab pelbagai spekulasi yang muncul.
Terpopuler:
Jatuhnya MH370 Diungkap Satelit Inggris
Pernyataan Lengkap PM Malaysia Soal MH370
Pengumuman MH370, Isak Tangis Pecah di Beijing