TEMPO.CO, Kairo - Polisi dan pasukan keamanan Mesir militer memenuhi janjinya membubarkan paksa aksi duduk pendukung presiden terguling Mesir, Muhammad Mursi, kemarin. Mereka menyerbu lokasi-lokasi yang menjadi pusat aksi pro-Mursi di Ibu Kota Kairo. Ratusan orang dikabarkan tewas.
Juru bicara kelompok pendukung utama Mursi, Al-Ikhwan al-Muslimun, Gehad el Hadad, mengatakan operasi pembersihan ini dilakukan polisi di dua lokasi, yaitu lapangan Rabaa al-Adawiya di Nasr City, Kairo Timur, yang sudah menjadi pusat aksi selama enam pekan terakhir, serta bundaran Al-Nahran di Giza, juga di Kairo.
El Hadad menyebutkan angka 260-300 orang tewas dan 5.000 orang terluka. "Inilah aksi pembantaian terbesar sejak penurunan Mursi," kata El Hadad dalam akun Twitternya. Belum ada angka resmi yang dilansir pemerintah Mesir. Kantor berita MENA hanya menulis angka 40 orang plus lima polisi tewas.
Jumlah ini menjadi korban terbanyak sejak Mursi digulingkan pada 3 Juli lalu. Sebelumnya, militer Mesir dua kali membubarkan aksi pendukung Mursi di depan markas Garda Republik, yang menewaskan 53 orang pada 8 Juli, dan di lapangan Rabaa yang menewaskan 38 orang pada 27 Juli. Bahkan, tentara Mesir sengaja menembaki Demonstran dari helikopter
Dalam operasi yang dilancarkan Rabu subuh waktu setempat, pasukan keamanan Mesir menggunakan sejumlah buldoser untuk menyingkirkan barikade dan merobohkan tenda-tenda pendemo. Pendukung Mursi membalas dengan lemparan batu dan bom molotov. "Lapangan Al-Nahda kini sepenuhnya terkendali dan aparat polisi telah berhasil membongkar sebagian besar tenda-tenda di lapangan tersebut," demikian pernyataan Kementerian Dalam Negeri Mesir kemarin.
Saksi mata mengatakan, polisi melepaskan gas air mata ke arah para demonstran sehingga menimbulkan kekacauan. Bentrokan pun tak terhindarkan. Suara-suara tembakan juga ramai terdengar. "Suasana sungguh kacau-balau, mereka menghancurkan tenda kami. Banyak yang tak bisa bernapas karena gas air mata," kata saksi mata, Murad Ahmed.
Insiden ini langsung menimbulkan reaksi beberapa negara. Jerman, Inggris, Prancis, Iran, Qatar, bahkan Uni Eropa dan PBB, mengecam kekerasan ini. Adapun Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan mengimbau Dewan Keamanan PBB dan Liga Arab agar berperan. "Pembantaian ini harus dihentikan," katanya.
Kedutaan Besar Indonesia di Mesir, dalam akun Facebook konsuler KBRI kemarin, meminta warga Indonesia menjauhi titik-titik konsentrasi massa. KBRI menyebutkan wilayah Nasr City, seperti Rabaa al-Adawiya dan monumen Unknown Soldiers, wilayah Ramsis dekat gedung TV dan Radio/Maspero, Abbasiya dan Jembatan 6 Oktober, serta Provinsi Giza, khususnya bundaran Al-Nahdah. Sedangkan unjuk rasa juga terjadi di provinsi lainnya, seperti Alexandria, Daqahliya, yakni di Mansoura, Tafahna, Sharqiya wilayah Zagazig, Assiut, dan Luxor.
REUTERS | AL-AHRAM | AL-JAZEERA | NATALIA SANTI | RAJU FEBRIAN
Berita Terpopuler Lainnya:
Open House KBRI Kairo Dihadiri 1.500 WNI
Istri Mursi Ikut Demo Dukung Suami
CIA Memata-matai Profesor MIT Noam Chomsky
Amuba Langka Hancurkan Jaringan Otak Bocah Ini