TEMPO.CO , Auckland - Kim Schmitz, atau yang telah mengubah namanya menjadi Kim Dotcom, CEO perusahaan Megaupload.com, membantah tuduhan pembajakan Internet dan pencucian uang dalam pengadilan di Selandia Baru, Senin, 23 Januari 2012.
"Usahanya tidak mereproduksi atau menyalin materi seperti yang dituduhkan," kata Paul Davidson, pengacara Kim, dalam persidangan di Selandia Baru.
David mengibaratkan Megaupload seperti YouTube. Dalam laman YouTube setiap orang dapat dipromosikan atas kreativitas mereka. Menurut David, bisnis Megaupload banyak disalahartikan. Pihak berwenang telah membumbui kasus ini dengan banyak drama.
Kim ditangkap pada Jumat lalu, di kediamannya di wilayah Auckland, Selandia Baru, atas tuduhan memfasilitasi praktek pembajakan dan pencurian hak cipta. Dalam persidangan terlihat ia melambai kepada sekitar 20 pendukung yang berada di sana. "Saya menghargai kedatangan kalian," ujar Dotcom sambil tersenyum.
Dotcom menetap di Hong Kong dan Selandia Baru. Ia berkewarganegaraan ganda, yaitu Finlandia dan Jerman. Perannya yang penting sebagai salah satu operator web yang paling menonjol membuatnya mendapat julukan di Hollywood: Dr Evil.
Menurut Biro Federal Investigasi (FBI), sepanjang 2010 saja Dotcom telah mengumpulkan pundi emas hingga US$ 42 juta atau sekitar Rp 378,5 miliar dari bahan-bahan bajakan. Di Amerika Serikat, Dotcom dikenai tuduhan kejahatan perusahaan karena mendistribusikan konten yang memiliki kekayaan intelektual.
Dalam dakwaan juri Megaupload dituduh menyebabkan kerugian lebih dari US$ 500 juta (Rp 4,47 triliun) bagi pemilik hak cipta.
Penutupan Megaupload dan penangkapan para pengelola Megaupload terjadi sehari setelah raksasa Internet di Amerika Serikat, seperti Wikipedia, Google, dan Reddit, memprotes Rancangan Undang-Undang Anti-Pembajakan di Internet (SOPA). Departemen Kehakiman Amerika Serikat menegaskan penutupan Megaupload sama sekali tak ada hubungannya dengan proses pembahasan RUU SOPA dan PIPA itu.
Organisasi Electronic Frontier Foundation (EFF), yang membela hak kebebasan berbicara dan hak digital di Internet, memprotes kejadian ini. ”Penerapan prosedur kriminal internasional seperti ini terhadap isu-isu kebijakan Internet menjadi preseden yang sangat menakutkan. Jika AS bisa menangkap seorang warga negara Belanda di Selandia Baru atas klaim (pelanggaran) hak cipta, akan ada apa lagi nanti?” ujar EFF.
Sekelompok aktivitas peretas di Internet yang memprotes aksi penutupan juga mulai menyerang beberapa laman resmi milik lembaga pemerintah Amerika Serikat sebagai aksi balas dendam. Kelompok yang menamakan diri mereka Anonymous meretas sejumlah situs lembaga negara Amerika Serikat. Situs-situs yang menjadi korban adalah situs milik FBI, Departemen Kehakiman, Motion Picture Association of America (MPAA), dan Recording Industry Association of America (RIAA).
ANANDA PUTRI | WWW.FOXNEWS.COM| DAILYMAIL.CO.UK