TEMPO Interaktif, RAMALLAH:- Presiden Otoritas Palestina Mahmud Abbas seperti membuka kotak Pandora lewat pengajuan pengakuan negara Palestina pekan lalu ke Perserikatan Bangsa-Bangsa.
“Musim semi Palestina di sini,” ujar Mahmud Abbas di depan kerumunan warga Palestina di Ramallah, Tepi Barat, setelah tiba kembali dari New York, Ahad lalu. Popularitasnya melonjak segera setelah pidatonya di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dan berani menyerahkan aplikasi Palestina untuk keanggotaan penuh di PBB pada Jumat pekan lalu.
Pria 76 tahun penerus Yasser Arafat itu menantang dengan tawaran terhadap tekanan kampanye sangat kuat dari Amerika Serikat, Israel, dan Eropa, dan hal itu membuatnya bak seorang pahlawan bagi Palestina dan Arab, yang tak terhitung jumlahnya. Ironisnya, konfrontasi besar, bahkan di PBB, belum dimulai, dan tujuannya jauh dari selesai.
Palestina tak akan menjalani pembicaraan damai tanpa sebuah “penghentian penuh” atas pembangunan permukiman Israel. Hal itu disampaikan Abbas kepada ribuan pendukungnya. “Tidak bakal ada negosiasi tanpa legitimasi internasional dan sebuah penghentian penuh permukiman-permukiman (Yahudi),” dia menegaskan.
Pernyataan itu tampaknya menjadi sebuah penolakan terhadap sebuah proposal untuk perundingan baru dari kuartet perdamaian, yang Jumat pekan lalu membujuk negosiasi yang diperbarui, tapi tidak secara eksplisit menyebut suatu pembekuan permukiman.
Di depan pendukungnya, Abbas menyatakan, “Kami ingin PBB membawa harapan kalian, impian kalian, ambisi-ambisi kalian, luka kalian, visi kalian, dan kebutuhan untuk sebuah negara Palestina merdeka.”
THE TIMES OF INDIA | TIMES OF ASIA | REUTERS | DWI ARJANTO