TEMPO Interaktif, Port-Au-Prince – Jurang keputusasaaan melanda para korban gempa di haiti. Mayat-mayat yang membusuk akhirnya dimakamkan secara massal sebisa dan secepat mungkin. Sementara korban yang selamat mulai mengemis mencari makanan dan air minum.
Militer Amerika Serikat mengambil kendali di bandara, membantu mengoordinasikan penerbangan membawa bantuan dan mengevakuasi orang asing dan yang terluka. Tim medis mendirikan rumah sakit darurat, para pekerja mulai membersihkan jalan-jalan dari mayat yang bergelimpangan. Sedang air didistribusikan di kantong-kantong kota.
Tapi tugas itu semua teramat besar. Bantuan pekerja yang tidak kenal lelah masih dinilai lambat. Ada laporan penjarahan di pusat kota. Mereka membawa golok, bahkan perampok dilaporkan menembak satu orang. Korban selamat mulai hilang kendali dan berperang satu sama lain untuk berebut makanan yang ditarik dari puing-puing.
"Jika situasi seperti ini tak segera dicari jalan keluarnya, maka kondisinya akan tambah kacau,” kata Steve Matthews, seorang veteran pekerja bantuan yang kini bersama organisasi bantuan Kristen World Vision.
Waktu juga sudah hampir habis untuk menyelamatkan siapa saja yang mungkin masih terjebak hidup di reruntuhan bangunan di Port-au-Prince yang dilanda gempa 7,3 Skala Richter, Selasa lalu.
"Dalam tiga atau empat hari tanpa air, mereka (korban selamat) akan sakit," kata Dr Michael VanRooyen dari Harvard Humanitarian Initiative di Boston. "Sekitar tiga hari ini, anda akan melihat orang-orang mulai menyerah."
Kru TV Australia menarik bocah perempuan berusia 16 bulan dari puing-puing rumahnya Jumat lalu. Dia selama 68 jam terperangkap. Tetangga dan wartawan mendengar teriakan dan menemukannya. "Saya bisa melihat mayat yang ada di sana, di atas lemari, Saya juga mendengar suara bayi menjerit," kata David Celestino dari Republik Dominika, yang telah bekerja dengan kru TV
Palang Merah memperkirakan 45.000 sampai 50.000 orang tewas. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, sebanyak setengah dari bangunan di ibu kota hancur.
AP| NUR HARYANTO