Calon presiden dari Partai Demokrat Amerika Serikat Kamala Harris pada Ahad berjanji akan melakukan apa pun untuk mengakhiri serangan Israel di Jalur Gaza, jika terpilih sebagai presiden.
Pernyataan tersebut disampaikan hanya dua hari sebelum pelaksanaan Pemilu AS yang jatuh pada Selasa 5 November 2024.
Harris mencoba menjangkau para pemilih Arab-Amerika dan Muslim yang murka dengan genosida Israel di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 43.300 warga Palestina, melukai lebih dari 100.000 orang dan membuat hampir 2,3 juta penduduk Gaza mengungsi.
"Tahun ini (terasa) sulit, mengingat besarnya korban jiwa dan kehancuran di Gaza serta korban sipil dan pengungsian di Lebanon," kata Harris, 60 tahun.
"Ini sangat menghancurkan, dan sebagai presiden, saya akan melakukan segala yang saya bisa untuk mengakhiri perang di Gaza, membawa pulang para sandera, mengakhiri penderitaan di Gaza, memastikan keamanan Israel, serta menjamin hak rakyat Palestina untuk bermartabat, merdeka, aman, dan memiliki penentuan nasib sendiri," katanya disambut tepuk tangan meriah dalam sebuah kampanye di negara bagian Michigan, yang merupakan medan pertempuran penting dalam Pilpres AS.
Kendati demikian, dia tidak merinci bagaimana rencananya untuk mengakhiri perang Gaza, yang didukung oleh pemerintahan Joe Biden-Harris, pemasok militer terbesar ke Israel. Selama menjabat sebagai wakil presiden AS, Harris dengan tangan terbuka selalu menerima kunjungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, meski menuai kecaman publik AS dan dunia.
Sejumlah tokoh yang mendukung kampanye Harris, termasuk mantan presiden AS Bill Clinton, dalam kampanye di Michigan secara terang-terangan menyalahkan Hamas sebagai penyebab genosida Israel di Gaza selama setahun terakhir.
Suami Harris, Doug Emhoff, adalah pria keturunan Yahudi pro-Zionis. Sejak serangan 7 Oktober, dia banyak berbicara tentang antisemitisme untuk menangkal kecaman atas genosida Israel di Gaza.
Banyak anggota Partai Demokrat memandang Harris lebih bersimpati terhadap perjuangan Palestina dibandingkan Biden, dan ia membuat marah beberapa pemilih Yahudi dengan mengabaikan Josh Shapiro, gubernur Yahudi di Pennsylvania, dalam usahanya mencari wakil presiden.
Emhoff sebagai Bapak Negara tampaknya bertujuan untuk mempertahankan dukungan dari kubu Yahudi di Partai Demokrat. Meski demikian, Emhoff tidak terdaftar dalam sinagoga tertentu dan tidak membesarkan anak-anaknya sebagai orang Yahudi.
Harris sangat membutuhkan dukungan mayoritas di tujuh negara bagian krusial pada siklus pemilihan tahun ini, mengingat persaingan ketat dengan mantan Presiden dan kandidat Partai Republik Donald Trump secara nasional.
Kompilasi survei yang dikumpulkan oleh situs RealClearPolitics menunjukkan Trump unggul hanya 0,1 persen secara nasional, dengan lima survei menunjukkan mereka dalam posisi seimbang.
Michigan, rumah bagi 200.000 warga Arab dan Muslim yang besar serta 15 suara Electoral College yang diperebutkan, menjadi sangat penting bagi peluang kemenangan Harris.
Selain Michigan, negara bagian Arizona, Georgia, Nevada, North Carolina, Pennsylvania, dan Wisconsin juga dianggap sebagai wilayah negara bagian kunci dalam pemilu kali ini.
Michigan, Pennsylvania, dan Wisconsin, yang sebelumnya dikenal sebagai basis Demokrat yang andal, kembali menjadi medan pertempuran penting.
Negara bagian yang dikenal sebagai "tembok biru" ini jatuh ke tangan Trump pada 2016, tetapi berhasil dimenangkan Presiden Joe Biden pada 2020.
Harris dan Trump telah menghabiskan waktu yang cukup signifikan untuk berkampanye di negara-negara bagian ini dengan pemahaman bahwa setiap negara bagian tersebut berpotensi menentukan hasil pemilu.
Hari Pemilihan Umum dijadwalkan pada 5 November, di mana rakyat Amerika akan memutuskan masa depan kursi kepresidenan, kongres, serta sejumlah pemilihan tingkat negara bagian dan lokal.
Lebih dari 78 juta warga Amerika telah memberikan suara lebih awal, termasuk sekitar 700.000 lebih Demokrat daripada Republik, menurut data dari University of Florida Election Lab.
Pilihan Editor: 3 Hari Menjelang Pilpres AS, Kamala Harris dan Donald Trump Bersaing Ketat dalam Sejumlah Survei
ANADOLU | AL JAZEERA