TEMPO.CO, Jakarta - Pada Senin, 28 Oktober 2024, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) mengadakan sidang darurat untuk membahas serangan Israel terhadap Iran yang berlangsung akhir pekan lalu.
Permintaan untuk sidang ini datang dari Rusia, Aljazair, dan China menyusul surat dari utusan Iran untuk PBB, Amir Saeid Iravani, yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal Antonio Guterres dan para anggota Dewan Keamanan.
Dalam sidang tersebut, Asisten Sekretaris Jenderal PBB untuk Timur Tengah dan Asia Pasifik, Khaled Khiari, menyampaikan bahwa Guterres mengecam tindakan-tindakan yang memperburuk ketegangan dan mengimbau agar “retorika perang dan ancaman” dihentikan.
“Kedua pihak sebaiknya berhenti menguji batas kesabaran satu sama lain dan bertindak demi perdamaian serta stabilitas di kawasan,” ujarnya, menambahkan bahwa tahun sebelumnya telah menimbulkan penderitaan yang berat bagi masyarakat di seluruh Timur Tengah.
Dampak Besar Agresi Israel
Khiari juga menggarisbawahi kondisi “tak tertahankan” yang dialami warga Palestina di Gaza utara, seraya menyebut jumlah korban jiwa dan kehancuran yang sangat memprihatinkan. Selain itu, ia menekankan bahaya tertundanya kampanye vaksinasi polio di Gaza utara yang berisiko mengancam ribuan nyawa anak-anak.
Utusan Aljazair untuk PBB, Amar Bendjama, memperingatkan adanya “risiko agresi Israel terhadap Gaza yang menyebar ke seluruh kawasan Timur Tengah,” dengan menekankan bahwa “risiko ini kini telah menjadi kenyataan.” Bendjama mengkritik beberapa anggota Dewan Keamanan yang enggan mengakui situasi ini sebagai ancaman serius terhadap perdamaian dan keamanan internasional.
Ia menyerukan tindakan segera untuk menerapkan gencatan senjata di Gaza dan Lebanon serta mendesak diakhirinya pendudukan Israel di wilayah-wilayah Arab.
Utusan Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, juga mengecam serangan Israel terhadap Iran, menyebutnya sebagai tindakan yang “dapat diprediksi,” dan menuduh Amerika Serikat serta sekutunya tidak berupaya mencegah serangan tersebut.
Nebenzia menyebutkan adanya laporan bahwa AS turut berbagi informasi intelijen dengan Israel untuk mendukung serangan ini, yang disebutnya sebagai pelanggaran hukum internasional.
Senada dengan Rusia, utusan China untuk PBB, Fu Cong, mengutuk serangan tersebut dan mengungkapkan keprihatinan atas eskalasi yang dipicu oleh tindakan Israel. China mengimbau semua pihak untuk menahan diri dan mengikuti Piagam PBB serta prinsip-prinsip hukum internasional, dan mendesak AS untuk menggunakan pengaruhnya agar menahan perluasan konflik.
Sementara itu, utusan AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, menyatakan dukungan penuh negaranya terhadap Israel. Thomas-Greenfield menegaskan bahwa “Israel berhak membela diri terhadap serangan Iran,” dan menyatakan bahwa AS tidak terlibat langsung dalam operasi militer tersebut, meskipun membantu Israel dalam penyusunannya.
Dia juga memperingatkan Iran agar tidak melakukan tindakan agresif terhadap Israel atau personel AS di kawasan tersebut, dengan menegaskan bahwa AS akan “bertindak untuk mempertahankan diri” jika diperlukan.
Di sisi lain, utusan Iran untuk PBB, Amir Saeid Iravani, menggambarkan serangan Israel sebagai pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan Piagam PBB. Iravani menuding AS mendukung Israel tanpa syarat, dan menyatakan bahwa dukungan ini telah berkontribusi pada “kejahatan perang yang berlangsung” di Gaza dan Lebanon. Iran, lanjutnya, memiliki hak untuk merespons serangan tersebut kapan pun yang dianggap tepat.
MICHELLE GABRIELA | ANTARA
Pilihan Editor: Israel Larang UNRWA Beroperasi di Wilayahnya, Berdampak Apa?