TEMPO.CO, Jakarta - Negara-negara anggota BRICS menentang dan mengutuk praktik penjatuhan sanksi yang bermuatan politik dan tidak berdasarkan hukum yang bisa merusak perkembangan negara lain. Penolakan ini tertuang dalam sebuah deklarasi bersama di KTT BRICS di Kazan, Rusia pada Rabu, 23 Oktober 2024, setelah dilakukan rapat oleh para pemimpin anggota BRICS.
"Kami sangat khawatir soal gangguan yang ditimbulkan oleh kebijakan-kebijakan yang tidak berdasarkan hukum seperti penjatuhan sanksi secara ilegal pada ekonomi dunia, perdagangan internasional dan pencapaian SDGs," demikian bunyi pernyataan bersama BRICS.
Pernyataan bersama itu menyoroti kebijakan seperti ketidakkonsistenan aturan WTO, merusak Piagam PBB dan membahayakan sistem perdagangan multilateral. Penjatuhan sanksi-sanksi telah berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi, energi, kesehatan dan ketahanan pangan yang memperburuk kemiskinan. Deklarasi BRICS tersebut menggarisbawahi langkah-langkah koersif unilateral, inter-alia dalam bentuk sanksi ekonomi dan secondary sanksi yang bertolak belakang dengan hukum internasional hingga berdampak pada HAM, termasuk hak untuk berkembang. Untuk itu, BRICS menyerukan agar sanksi dihapuskan.
Seluruh anggota BRICS saling memperdalam hubungan ekonomi dan memperkuat kerja sama kendati dihujani sanksi-sanksi internasional terhadap Rusia dan ancaman secondary sanksi. Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya telah memberlakukan sejumlah sanksi terhadap Moskow, membekukan aset-aset senilai USD300 miliar milik Rusia serta menjatuhkan sanksi pada individu dan perusahaan, termasuk bidang energi, metal, pertambangan dan sektor keuangan.
Moskow berulang kali mengutuk sanksi yang dijatuhkan karena itu tindakan ilegal. Sanksi negara-negara Barat itu dibalas Rusia dengan larangan masuk Rusia pada pejabat negara-negara Barat. Sementara itu, politikus dan diplomat tingkat tinggi negara-negara Barat sebenarnya menyadari sanksi yang dijatuhi pada Rusia tidak efektif dan ruang lingkup sanksi sudah menyempit.
KTT BRICS ke-16 di Kazan, Rusia, dihadiri perwakilan 32 negara, 24 di antaranya diwakili oleh kepala negara, sementara delapan lainnya mengirim pejabat tinggi. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga dilaporkan menerima undangan Rusia menghadiri konferensi tersebut.
Sumber: RT.com
Pilihan editor: Menlu Sugiono Diutus Prabowo ke KTT BRICS, Bawa Agenda Ini
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini