TEMPO.CO, Jakarta - Moody's memangkas peringkat kredit Israel dua tingkat menjadi 'Baa1' dari 'A2' pada hari Jumat dan mempertahankan prospek negatif karena agresinya di Lebanon dan Palestina terus berlanjut.
"Pendorong utama penurunan peringkat ini adalah pandangan kami bahwa risiko geopolitik telah meningkat secara signifikan lebih jauh, ke tingkat yang sangat tinggi, dengan konsekuensi negatif yang material bagi kelayakan kredit Israel baik dalam waktu dekat maupun dalam jangka waktu yang lebih panjang," kata lembaga pemeringkat tersebut.
Penurunan peringkat ini mempertahankan peringkat Israel tiga notch menuju investment grade. Namun, Moody's mencatat kekhawatiran tentang keamanan Israel dan prospek pembangunan ekonomi jangka panjang yang "jauh lebih tinggi daripada yang biasa terjadi pada tingkat peringkat Baa."
Penurunan di bawah level tersebut akan mengakibatkan Israel kehilangan klasifikasi layak investasi. Menurut Moody's, "Peringkat tersebut kemungkinan akan diturunkan lebih lanjut, kemungkinan beberapa tingkat, jika ketegangan yang meningkat saat ini dengan Hizbullah berubah menjadi konflik berskala penuh."
Penurunan peringkat investment grade sering kali meningkatkan biaya pembayaran utang, dan hal ini dapat mendorong beberapa investor untuk melikuidasi kepemilikan mereka, yang selanjutnya menurunkan harga pasar obligasi Israel.
Fitch menurunkan peringkat kredit Israel menjadi "A" dari "A-plus" bulan lalu, dengan mempertahankan prospek peringkat negatif.
Dalam sebuah laporan baru, The Washington Post menyoroti tantangan signifikan yang dihadapi ekonomi Israel di tengah agresi Tel Aviv ke Lebanon dan Gaza.
Israel telah mengalami penurunan peringkat kredit dan kontraksi tajam pada produk domestik brutonya. Puluhan ribu bisnis telah ditutup, dan semakin banyak pekerjaan yang dialihdayakan. Banyak prajurit cadangan Israel harus menghentikan sementara karier mereka atau berjuang untuk menyeimbangkannya dengan komitmen dinas militer.
Industri konstruksi dan pertanian juga menghadapi tantangan yang signifikan. Menurut Biro Pusat Statistik, pariwisata telah anjlok lebih dari 75%, menutup banyak toko.
Di sisi lain, pengeluaran militer setidaknya meningkat dua kali lipat, dengan Bank Sentral memperingatkan bahwa perang yang sedang berlangsung dapat menelan biaya sebesar $67 miliar hingga tahun 2025. Prediksi ini dibuat sebelum eskalasi Israel baru-baru ini di Lebanon dan mobilisasi dua brigade cadangan ke garis depan utara pada Rabu.
"Perekonomian berada dalam bahaya serius kecuali pemerintah sadar," kata ekonom Israel Dan Ben-David, yang mengepalai Shoresh Institution for Socioeconomic Research, kepada The Washington Post.
"Saat ini mereka benar-benar terputus dari apa pun yang bukan perang... dan tidak ada akhir yang terlihat," tegasnya.
AL MAYADEEN
Pilihan Editor: Inggris Serukan Israel dan Hizbullah Menahan Diri