TEMPO.CO, Jakarta - Para pemimpin dunia membunyikan alarm tentang perang "penuh", menyerukan de-eskalasi setelah serangan udara Israel yang menghancurkan di Lebanon meningkatkan ketegangan regional di tengah-tengah perang Israel yang sedang berlangsung di Gaza.
Serangan-serangan tersebut, yang dimulai pada hari Senin dan berlanjut hingga Selasa, merupakan serangan Israel yang paling ganas terhadap negara tetangganya di utara dan telah menyebabkan jumlah korban jiwa tertinggi dalam satu hari di Lebanon sejak berakhirnya perang saudara tahun 1975-1986.
Pada Selasa, 24 September 2024, Kementerian Kesehatan Masyarakat Lebanon mengatakan bahwa serangan Israel telah menewaskan 558 orang, termasuk 50 anak-anak dan 94 wanita. Menteri Kesehatan Firass Abiad mengatakan dalam sebuah konferensi pers di Beirut bahwa sedikitnya 1.835 orang terluka, dan 54 rumah sakit merawat pasien.
Berikut ini adalah beberapa reaksinya:
PBB
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengatakan bahwa ia "sangat khawatir dengan situasi yang meningkat di sepanjang Garis Biru", mengacu pada garis demarkasi yang memisahkan Lebanon dari Israel dan Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel, serta "banyaknya korban sipil".
Juru bicaranya, Stephane Dujarric, mengatakan bahwa kepala PBB juga "mengungkapkan keprihatinan yang besar terhadap keselamatan warga sipil, baik di Lebanon selatan maupun di Israel utara, serta staf PBB yang berada di daerah-daerah tersebut".
Ravina Shamdasani, juru bicara Kantor Hak Asasi Manusia PBB, mengatakan, "Hukum kemanusiaan internasional sangat jelas. Semua pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata harus selalu membedakan antara penduduk sipil dan kombatan, serta antara objek sipil dan sasaran militer."
Dalam sebuah pernyataan yang mengatakan bahwa "hukum perang juga mewajibkan semua pihak untuk mematuhi prinsip proporsionalitas", Shamdasani menyerukan investigasi yang independen dan transparan terhadap insiden-insiden yang menyebabkan warga sipil terbunuh atau terluka parah.
Kepala UNICEF Catherine Russell menyoroti "eskalasi berbahaya" yang mengancam anak-anak yang "tak terhitung jumlahnya".
"Tingkat tekanan psikologis yang mengkhawatirkan" juga telah dilaporkan di antara anak-anak akibat pengungsian dan rentetan penembakan dan serangan udara, katanya, dan menyerukan agar segera dilakukan deeskalasi.