Amerika Serikat
Amerika Serikat (AS), yang telah mengirimkan miliaran dolar kepada Israel dalam bentuk senjata sejak perang Gaza meletus dan juga mendorong upaya mediasi Israel-Hizbullah yang tegang, masih mengulurkan harapan agar kedua belah pihak dapat mundur dari jurang perang.
"Tim saya terus melakukan kontak dengan rekan-rekan mereka, dan kami bekerja untuk meredakan ketegangan dengan cara yang memungkinkan orang untuk kembali ke rumah dengan aman," kata Presiden Joe Biden, yang bertemu dengan Presiden Uni Emirat Arab Mohammed bin Zayed Al Nahyan di Gedung Putih.
Meskipun Pentagon mengatakan bahwa AS mengirimkan pasukan tambahan ke Timur Tengah sebagai tanggapan atas perkembangan di Lebanon, juru bicara Patrick Ryder tidak merinci kekuatan pasukan tambahan yang dikerahkan atau tugas spesifik mereka.
AS memiliki sekitar 40.000 tentara di wilayah tersebut.
"Mengingat meningkatnya ketegangan di Timur Tengah dan dengan penuh kehati-hatian, kami mengirimkan sejumlah kecil personel militer AS tambahan untuk menambah pasukan kami yang sudah ada di wilayah tersebut. Namun untuk alasan keamanan operasional, saya tidak akan mengomentari atau memberikan informasi secara spesifik," kata Ryder.
Kelompok Tujuh (G7)
G7 menyerukan "penghentian siklus destruktif saat ini" yang dapat melontarkan "seluruh Timur Tengah ke dalam konflik regional yang lebih luas dengan konsekuensi yang tak terbayangkan".
"Aksi-aksi dan reaksi-reaksi balasan berisiko memperbesar spiral kekerasan yang berbahaya ini," demikian pernyataan dari G7, yang terdiri dari Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat.
Inggris
Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy mengatakan bahwa ia "sangat khawatir" dengan serangan udara yang sedang berlangsung di Lebanon dan Israel.
"Eskalasi lebih lanjut berisiko menimbulkan konsekuensi yang lebih dahsyat. Saya mengulangi seruan saya untuk gencatan senjata segera di kedua belah pihak," dia memposting di platform media sosial X.
Uni Eropa
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, memperingatkan bahwa "kita hampir berada dalam perang penuh" dan menyerukan upaya penuh untuk melakukan de-eskalasi selama Sidang Umum PBB di New York.
Menunjuk pada meningkatnya jumlah korban sipil dan intensitas serangan Israel, ia mengatakan, "Jika ini bukan situasi perang, saya tidak tahu apa yang akan Anda sebut."
"Di sini, di New York, adalah saat yang tepat untuk melakukannya. Semua orang harus mengerahkan semua kapasitas mereka untuk menghentikan jalan menuju perang ini," tambahnya.