TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un telah menjatuhkan hukuman mati sejumlah pejabat daerah pada akhir Agustus 2024. Sebuah laporan media Korea Selatan mengklaim bahwa 20 hingga 30 pejabat dari daerah dieksekusi secara bersamaan setelah banjir besar melanda negara tersebut. Lantas, apa alasan Kim Jong Un membunuh pejebat daerah tersebut?
Menurut laporan kantor berita TV Chosun, seperti dilansir dari Mirror, Kim Jong Un menembak mati 20 hingga 30 pejabat pemerintah daerah yang dinilai gagal dalam menangani banjir di wilayah tersebut. Banjir mematikan ini terjadi pada Juli dan menewaskan ribuan orang. Banjir juga menyebabkan kerusakan di provinsi Jagang, yang merupakan salah satu wilayah terdampak terparah.
Adapun eksekusi dilakukan setelah Kim Jong Un mengadakan pertemuan darurat partai di Sinuiju pada akhir Juli 2024. Dalam pertemuan tersebut, Kim menegaskan bahwa pejabat yang "sangat mengabaikan" tugas mereka, yang mengakibatkan jatuhnya korban, akan menghadapi hukuman berat. Mengingat, bencana ini menyebabkan banyak korban jiwa, luka-luka, dan kehilangan tempat tinggal.
"Kim Jong Un meminta pihak berwenang untuk “menghukum dengan tegas” mereka yang menurutnya mengabaikan tanggung jawab mereka dalam pencegahan bencana dan menyebabkan “bahkan korban jiwa yang tidak dapat ditolerir,” menurut Kantor Berita Pusat Korea Utara (KCNA), dikutip dari Mirror.
Seperti diketahui, banjir dahsyat yang melanda Korea Utara pada akhir Juli 2024 disebabkan oleh hujan deras yang berkepanjangan. Hujan ini merusak sekitar 4.100 rumah, menyapu bersih jalan. Bencana ini juga merusak sekitar 3.000 hektar lahan pertanian di kota Sinuiju dan daerah sekitarnya. Media Korea Selatan mengklaim jumlah korban tewas akibat banjir bisa lebih dari 1.000 orang.
Hujan deras yang menyebabkan banjir tersebut merupakan salah satu fenomena cuaca ekstrem yang mengakibatkan suhu tertinggi yang tercatat di Korea Utara dalam 29 tahun terakhir. Kerusakan yang ditimbulkan bukan hanya pada rumah dan lahan pertanian, tetapi juga pada infrastruktur penting seperti jalan dan rel kereta api.
Menurut laporan media pemerintah Korea Utara, sekitar 5.000 orang berhasil diselamatkan. Kerusakan paling parah terjadi di provinsi Jagang, yang berbatasan dengan China dan dikenal sebagai wilayah hulu Sungai Yalu (Amnok), menyebabkan banyaknya korban jiwa dan harta benda.
Pemerintah Korea Utara, melalui kantor berita resmi KCNA, menyatakan bahwa mereka berencana untuk menampung sekitar 15.400 orang, termasuk ibu-ibu, anak-anak, orang dewasa yang lebih tua, dan tentara yang cacat, di berbagai fasilitas di Pyongyang hingga daerah-daerah yang terkena banjir stabil kembali.
Akibat dari bencana ini, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) mengatakan hasil panen Korea Utara pada tahun ini bisa berkurang. Sebab, banjir besar pasca hujan lebat menimbulkan peningkatan serangan hama.
“Hujan deras dapat memperburuk genangan air dan menyebabkan banjir lebih lanjut, menyebabkan kerusakan pertanian yang signifikan dan perpindahan penduduk,” kata laporan FAO yang dimuat di situs Sistem Informasi dan Peringatan Dini Global FAO, Rabu, 14 Agustus 2024, dikutip dari Antara.
KHUMAR MAHENDRA | RIZKI DEWI AYU | MIRROR | ANTARA
Pilihan editor: Korea Utara Luncurkan Rudal Jarak Pendek Lagi ke Lepas Pantai Timur