Unjuk rasa damai besar-besaran yang dipimpin Cory Aguino--begitu ia biasa disapa--berhasil menggulingkan penguasa Filipina selama 20 tahun, Marcos. Penggulingan ini menginspirasikan banyak unjuk rasa lain di dunia, termasuk unjuk rasa yang mengakhiri pemerintahan-pemerintahan komunis di Eropa timur.
Setelah memimpin Filipina, ia dianggap kurang sukses dari sisi ekonomi. Tapi ia masih dicintai di Filipina. Di negeri yang berbatasan dengan Sulawesi Utara itu, Cory masih dipanggil dengan Tita Cory (tante Cory).
Aquino didiagnosa mendapat kanker usus tahun lalu dan sempat dirawat di rumah sakit Filipina selama setahun. Putranya mengatakan bahwa kanker itu sudah menjalar ke organ lain dan ia terlalu lemah menjalani chemotherapy.
Sebulan ini, di saat Aguino kritis, para pendukungnya mengadakan doa setiap hari di gereja-gereja di seluruh Filipina. Misa bagi Aquino akan dilakukan hari ini juga. Sedang di kampung asal Cory, Quezon City, pita kuning dikibarkan.
President Filipina Gloria Macapagal Arroyo, yang sedang mengadakan kunjungan ke Amerika Serikat, segera mengumumkan masa berkabung 10 hari. Arroyo menyebut Cory sebagai orang, "Yang memimpin revolusi untuk memulihkan demokrasi dan berlakunya hukum bangsa kita di saat-saat susah."
Sedang bekas presiden Joseph Estrada mengatakan bahwa Cory adalah perempuan yang kuat sekaligus anggung. "Hari ini negeri kita kehilangan seorang ibu," katanya.
Bahkan pendiri Partai Komunis Filipina, Jose Maria Sison, yang mengasingkan diri ke Belanda setelah dibebaskan Cory pada 1986, juga memberi penghargaan kepadanya.
Tidak ada yang mengira Cory bakal tampil tampil memimpin Filipina. Ia tampil setelah suaminya yang menjadi lawan politik Marcos, Benigno Aguino, ditembak mati di bandara Manila saat ia kembali dari pengasingan di Amerika Serikat.
Pembunuhan itu membuat marah warga Filipina dan mereka menyatukan suara sehingga janda Benigno Aquino, Cory, akhirnya tampil memimpin. Saat mulai perlawanan, pada 1985, Cory mengatakan, "Saya tidak tahu sedikitpun soal kursi presiden."
Cory lahir dengan nama Maria Corazon Cojuangco pada 25 Januari 1933 dari keluarga kaya dan berkuasa di Paniqui. Pendidikan ia jalani di sekolah swasta di Manila dan sarjana Sastra Prancis ia raih dari College of Mount St. Vincent di New York.
Pada 1954, ia menikah dengan Benigno Aquino atau lebih akrab dipanggil Ninoy. Ninoy ini lahir dari keluarga politikus terkemuka. Ia segera saja menjadi gurbernur, senator, dan akhirnya pemimpin oposisi.
Marcos, yang terpilih sebagai presiden 1965, tidak mau dibatasi masa kekuasaannya. Maka pada 1972 ia menyatakan negara dalam keadaan darurat. Ribuan musuh politik, termasuk Ninoy, dipenjara tanpa dakwaan.
Ninoy sempat divonis mati dengan tuduhan terkait pemberontakan komunis. Tapi akhirnya Amerika Serikat menekan dan Marcos membiarkan lawan politiknya itu ke Amerika Serikat untuk menjalani bedah jantung pada 1980. Cory mengikuti ke Amerika.
Tiga tahun di Amerika Serikat, Ninoy memutuskan pulang ke Filipina apapun yang terjadi. Pada 21 Agustus 1983, Ninoy tiba di Manila. Saat turun pesawat ia tewas ditembak. Pemerintah Marcos menuduh pemberontak komunis yang melakukan, tapi semua bukti menunjukkan si penembak adalah seorang tentara yang mengawalnya.
Tiga hari setelah kematian Ninoy, Cory tiba di Manila dan mengikuti prosesi pemakaman suaminya. Ini adalah prosesi pemakaman terbesar yang pernah ada di di Filipina. Sekitar dua juta orang ikut prosesi pemakaman.
Gerakan anti-Marcos memanas. Dua tahun kemudian, pada November 1985, Cory menyerukan ada pemilihan umum. Dalam pemilihan yang digelar 7 Februari 1986, Dewan Nasional menyatakan Marcos menang. Tapi pers, pengamat asing, dan pemimpin gereja seperti Uskup Agung Kardinal Jaime L. Sin menyatakan terjadi kecurangan besar-besaran.
Saat hasil pemilihan umum dipertentangkan, sekelompok perwira militer--termasuk Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrile dan sepupu Marcos yang menjadi wakil kepala staf yakni Letnan Jenderal Fidel Ramos, menyatakan melawan Marcos.
Mereka bermarkas di sebuah pangkalan militer kecil di Manila. Gereja Katolik meminta warga memenuhi jalanan sehingga tentara pro-Marcos tidak bisa bergerak ke pangkalan militer anti-Marcos.
Di hari ketiga, Cory nekad muncul di tengah unjuk rasa bersama Enrile dan Ramos. Dari panggung kecil, ia mengatakan, "Untuk pertama kali dalam sejarah dunia, warga sipil dipanggil untuk melindungi militer."
Amerika Serikat ikut menekan Marcos dan meminta ia mundur. Amerika menyediakan transportasi keluar dari Manila. Pada 25 Februari, Marcos dan keluarganya meninggalkan Filipina menuju Hawai, Amerika Serikat. Ia meninggal tidak tahun kemudian. Di hari itu juga, Cory diambil sumpah sebagai presiden baru.
Selama memerintah, ia memiliki sejumlah kebijakan kontroversial. Banyak yang tidak puas terhadap pemerintahannya. Cory mundur pada 1992 setelah
enam tahun memerintah.
AP/NK