TEMPO.CO, Jakarta - Dalam sebuah dampak regional besar dari perang dahsyat Israel di Gaza, pemberontak Houthi di Yaman telah menghantam Tel Aviv untuk pertama kalinya, ketika pasukan Israel secara ekstensif merusak pelabuhan penting Hodeidah sebagai tanggapan.
Sejak November tahun lalu, kelompok Houthi yang bersekutu dengan Iran, yang menguasai sebagian besar wilayah Yaman, telah menyerang kapal-kapal komersial dan militer yang terkait dengan Israel untuk menunjukkan dukungan mereka terhadap Palestina. Mereka mengatakan bahwa serangan mereka akan terus berlanjut hingga ada gencatan senjata di Gaza.
Baca juga:
Siapakah Houthi?
Houthi, yang juga dikenal sebagai Ansar Allah (pendukung Allah), adalah kelompok bersenjata yang menguasai sebagian besar wilayah Yaman, termasuk ibu kota Sanaa, dan beberapa wilayah barat dan utara yang dekat dengan Arab Saudi.
Houthi muncul pada 1990-an, namun menjadi terkenal pada 2014, ketika kelompok ini memberontak terhadap pemerintah Yaman, menyebabkan pemerintah Yaman mundur dan memicu krisis kemanusiaan yang melumpuhkan.
Kelompok ini kemudian menghabiskan waktu bertahun-tahun, dengan dukungan Iran, memerangi koalisi militer yang dipimpin oleh Arab Saudi. Kedua belah pihak yang bertikai juga telah berulang kali mencoba mengadakan pembicaraan damai.
Namun, para analis mengatakan bahwa kelompok Syiah ini tidak boleh dilihat sebagai proksi Iran. Kelompok ini memiliki basisnya sendiri, kepentingannya sendiri - dan ambisinya sendiri.
Apa yang terjadi di Tel Aviv?
Pada Jumat dini hari, sebuah drone yang diluncurkan oleh kelompok Yaman menghantam sebuah bangunan di pusat kota Tel Aviv yang terletak sekitar 100 meter dari kantor cabang Kedutaan Besar Amerika Serikat.
Serangan tersebut menewaskan satu orang dan melukai 10 orang lainnya, membuat warga Israel kebingungan karena Tel Aviv hampir tidak tersentuh dalam puluhan serangan sebelumnya oleh Houthi dan kelompok Hizbullah dari Lebanon.
Ini juga merupakan pertama kalinya serangan Houthi menyebabkan korban jiwa di Israel, dengan pesawat tak berawak yang menjangkau jarak lebih dari 1.800 km.
Militer Israel mengatakan bahwa mereka yakin drone tersebut merupakan varian dari Samad-3 buatan Iran yang telah diubah untuk meningkatkan jangkauannya, kemungkinan besar dengan mengurangi muatan bahan peledak untuk mengakomodasi lebih banyak bahan bakar.
Drone tersebut, yang juga diyakini telah digunakan dalam serangan Houthi sebelumnya terhadap Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, tidak melakukan perjalanan secara langsung, dengan penilaian militer Israel yang mengindikasikan bahwa drone tersebut melewati Mesir dan terbang ke Tel Aviv dari arah Laut Mediterania pada ketinggian rendah.
Ini juga merupakan serangan pertama yang berhasil didokumentasikan oleh Houthi di Laut Mediterania, sebuah wilayah operasi yang telah mereka coba perluas sejak invasi darat Israel ke Rafah, Gaza selatan, pada bulan Mei.