TEMPO.CO, Jakarta - Dua media asing Reuters dan Time menyoroti kunjungan Presiden Terpilih Indonesia Prabowo Subianto ke Cina dan pertemuannya dengan Presiden Cina Xi Jinping di Beijing, Senin.
Prabowo berkunjung atas undangan Xi untuk membahas hubungan dua arah, meskipun veteran politik berusia 72 tahun itu baru akan dilantik sebagai pemimpin negara terpadat di Asia Tenggara ini pada Oktober.
Menurut Reuters, Cina menjadi negara asing pertama yang dikunjungi Prabowo sebagai presiden terpilih, lebih dulu dibanding ke negara-negara tetangga Indonesia di wilayah tersebut, hal ini menggarisbawahi kemitraan erat yang dibangun dalam satu dekade terakhir di bawah pendahulunya, Joko Widodo.
Sebaliknya, Jokowi, sebutan untuk pemimpin petahana Indonesia, tidak melakukan perjalanan ke luar negeri sebagai presiden terpilih sebelum dilantik.
Namun, seperti Prabowo, Jokowi juga memilih Cina sebagai negara yang dikunjunginya pertama setelah pelantikannya untuk menghadiri pertemuan puncak tahunan para pemimpin Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) pada 2014. Kunjungan tersebut diikuti oleh enam kunjungan lagi hingga 2023.
Reuters menyatakan Cina telah menjadi mitra dagang utama Indonesia selama satu dekade terakhir, karena sumber daya alamnya seperti batu bara dan nikel membantu menggerakkan perekonomian negara terbesar kedua di dunia tersebut.
Cina juga telah mengucurkan dana miliaran dolar untuk proyek infrastruktur dan industri di Indonesia, termasuk kereta api cepat Jakarta-Bandung.
Prabowo, yang kini menjadi Menteri Pertahanan Indonesia, secara luas dipandang oleh para analis mendapat dukungan dari Jokowi, yang telah bertaruh pada mantan saingan politiknya yang menjadi sekutunya untuk mempertahankan warisannya.
Namun, Reuters menggarisbawahi soal bagaimana Prabowo akan mengatasi masalah-masalah lain, termasuk perebutan pengaruh antara Cina dan Amerika Serikat di Asia Tenggara.
Konflik Laut Cina Selatan
Reuters menyatakan klaim Cina yang luas di Laut Cina Selatan juga dapat menjadi ujian bagi kepemimpinannya, meskipun klaim yang tumpang tindih antara kedua negara tersebut tidak menjadi perselisihan sengit seperti yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir antara Cina dan Filipina.
Indonesia menyatakan ujung selatan Laut Cina Selatan adalah bagian dari zona ekonomi eksklusifnya, dan pada tahun 2017, wilayah tersebut diberi nama Laut Natuna Utara.
Cina menolak klaim tersebut, dengan mengatakan wilayah tersebut berada dalam klaim teritorialnya di Laut Cina Selatan yang ditandai dengan “sembilan garis putus-putus” berbentuk U, sebuah batas yang menurut Pengadilan Tetap Arbitrase di Den Haag tidak memiliki dasar hukum.
Senada dengan Reuters, Time juga menyoroti konfrontasi antara Cina dan Filipina meningkat selama setahun terakhir ketika Presiden Ferdinand Marcos Jr. mengalihkan kebijakan luar negerinya kembali ke sekutu lama negara tersebut, yaitu A.S. Sejak Marcos menjabat pada tahun 2022, ia telah meningkatkan hubungan keamanan dengan Washington dan sekutunya. Dia juga menegaskan klaim teritorial Filipina, yang tumpang tindih dengan Cina dan negara tetangga lainnya.
Menurut Time, Jokowi telah mempertahankan pendekatan non-konfrontatif mengenai sengketa laut—meskipun klaim Beijing melanggar zona ekonomi eksklusif Indonesia—dan Xi lebih memilih Indonesia untuk melanjutkan pendekatan tersebut. Prabowo mengatakan selama kampanyenya bahwa dia tidak akan memihak dalam perselisihan ini.
Cina mengklaim hampir seluruh jalur perairan yang penting bagi perdagangan global dan diperkirakan mengandung cadangan energi yang sangat besar. Beijing telah mengabaikan keputusan pengadilan internasional tahun 2016 yang mengatakan upayanya untuk menegaskan kendali atas Laut Cina Selatan melanggar hukum.
Pilihan Editor: Hamas: Keputusan Hentikan Perang Gaza Ada di Tangan AS