Pebisnis asal Singapura itu menambahkan perusahaannya “tidak akan berhenti berjuang” dan akan menggunakan hak hukumnya untuk mencegah larangan tersebut.
Kementerian Luar Negeri Cina mengkritik undang-undang tersebut pada Selasa. “Meskipun AS tidak pernah menemukan bukti bahwa TikTok merupakan ancaman terhadap keamanan nasional AS, mereka tidak pernah berhenti mengejar TikTok,” kata kementerian.
Puluhan pengguna TikTok berunjuk rasa di luar Gedung Kapitol sebelum pemungutan suara. Perjalanan dan akomodasi mereka ke Washington dibiayai oleh TikTok, kata juru bicara perusahaan tersebut.
Iklim politik AS semakin mendukung RUU tersebut, dengan Presiden Joe Biden mengatakan pekan lalu bahwa dia akan menandatanganinya.
Penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan pada Selasa mengatakan tujuannya adalah mengakhiri kepemilikan Cina, bukan melarang TikTok.
“Apakah kita ingin TikTok, sebagai sebuah platform, dimiliki oleh perusahaan Amerika atau dimiliki oleh Cina? Apakah kita ingin data dari TikTok – data anak-anak, data orang dewasa – tetap ada di sini, di Amerika, atau pergi ke Cina?” ucapnya.
Belum jelas apakah Cina akan menyetujui penjualan apa pun atau apakah aset TikTok di AS dapat didivestasikan dalam waktu enam bulan.
Jika ByteDance gagal mendivestasi, toko-toko aplikasi yang dioperasikan oleh Apple, Alphabet, Google dan pihak lain akan dilarang secara hukum untuk menawarkan TikTok atau menyediakan layanan hosting web untuk aplikasi yang dikontrol ByteDance.
Di sisi lain, divestasi TikTok yang dipaksa oleh AS kemungkinan besar akan menghadapi tantangan secara hukum. Jika demikian, TikTok harus mengajukan banding dalam waktu 165 hari sejak RUU tersebut ditandatangani oleh Biden.
REUTERS
Pilihan editor: Sembuh dari Pneumonia, Imelda Marcos Keluar dari Rumah Sakit