TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah kapal yang membawa hampir 200 ton makanan ke Gaza meninggalkan Siprus pada Selasa 12 Maret. Kapal ini menjadi proyek percontohan untuk membuka rute laut baru guna mengirimkan bantuan kepada warga Palestina yang kelaparan di Gaza, ketika prospek gencatan senjata selama bulan suci Ramadan memudar.
Kapal amal Open Arms terlihat berlayar keluar dari pelabuhan Larnaca di Siprus, menarik tongkang berisi tepung, beras, dan protein. Sebagian besar misi ini didanai oleh Uni Emirat Arab dan diselenggarakan oleh badan amal World Central Kitchen (WCK) yang berbasis di Amerika Serikat.
Perjalanan ke Gaza memakan waktu sekitar 15 jam, tetapi tongkang derek yang berat dapat membuat perjalanan jauh lebih lama, mungkin hingga dua hari. Siprus terletak sekitar 320 kilometer barat laut Gaza.
Perjalanan Open Arms akan menguji rencana koridor laut untuk menyalurkan bantuan ke Gaza yang diumumkan oleh Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Presiden Siprus Nikos Christodoulides Jumat lalu di Larnaca.
“Tujuan kami adalah membangun jalan raya maritim yang dipenuhi kapal dan tongkang yang berisi jutaan makanan menuju Gaza,” kata pendiri WCK Jose Andres dan CEO Erin Gore dalam sebuah pernyataan.
Karena tidak adanya infrastruktur pelabuhan di wilayah tersebut, WCK mengatakan pihaknya sedang membangun dermaga pendaratan di Gaza dengan menggunakan material dari bangunan yang hancur dan puing-puing.
Upaya untuk membangun koridor laut ini melengkapi solusi rumit lainnya yang direncanakan oleh AS untuk membangun dermaga sementara di lepas pantai Gaza. Langkah ini dikritik sebagai upaya untuk mengalihkan perhatian dari dukungan Washington yang terus berlanjut terhadap Israel ketika kelaparan mulai terjadi dan serangan terus berlanjut di Gaza.
Militer Amerika Serikat mengatakan kapalnya, Jenderal Frank S Besson, juga sedang dalam perjalanan untuk memberikan bantuan kemanusiaan ke Gaza melalui laut. Militer AS juga mengatakan telah menerjunkan lebih dari 27.600 makanan dan 25.900 botol air ke Gaza utara. Namun, laporan saksi mata menyebut lima warga, dua diantaranya anak-anak, tewas terimpa bantuan makanan AS.
PBB memperkirakan seperempat penduduk di wilayah kantong Palestina yang hancur itu berisiko mengalami kelaparan, dan bantuan hanya mencukupi kebutuhan sehari-hari. PBB menegaskan Israel memblokir bantuan ke Gaza.
Media pemerintah Yordania mengatakan ada tujuh penerjunan bantuan kemanusiaan melalui udara pada Senin, dengan Yordania, Amerika Serikat, Mesir, Perancis dan Belgia berpartisipasi. Maroko juga dijadwalkan untuk bergabung dalam upaya tersebut, media Israel melaporkan.
Konflik tersebut telah menyebabkan sebagian besar dari 2,3 juta penduduk Gaza mengungsi, dan banyak di antara mereka yang tinggal di tenda-tenda darurat yang kekurangan makanan atau pasokan medis dasar di kota Rafah di selatan.
Sedikitnya 27 warga tewas karena kelaparan di utara Gaza, 21 diantaranya adalah bayi dan anak-anak. Jasad mereka terlihat seperti tengkorak akibat tidak makan selama lebih dari sebulan.
Media Palestina melaporkan bahwa tujuh warga Palestina tewas dan puluhan lainnya luka-luka akibat tembakan Israel ketika massa sedang menunggu truk bantuan di Kuwait Square di Kota Gaza pada Selasa pagi.
Sekjen PBB Antonio Guterres telah menyerukan gencatan senjata, pembebasan sandera dan penghapusan hambatan terhadap bantuan penyelamatan jiwa. Dia mengatakan ancaman serangan Israel terhadap Rafah dapat menempatkan masyarakat Gaza dalam “lingkaran neraka yang lebih dalam”.
Serangan Hamas, yang menguasai Gaza, menewaskan 1.140 orang dalam serangan 7 Oktober terhadap Israel dan menyandera 253 orang, menurut penghitungan Israel. Kampanye militer balasan Israel telah menewaskan hampir dari 31.200 warga Palestina, menurut otoritas Gaza, sementara sebagian besar infrastruktur publik dihancurkan.
Pilihan Editor: Derita Warga Gaza Menjalani Bulan Ramadan Saat Perang
CNA | AL JAZEERA