TEMPO.CO, Jakarta - Yulia Navalnaya, istri mendiang Alexei Navalny, pemimpin oposisi pemerintahan Presiden Rusia Vladimir Putin, bergabung dengan para menteri luar negeri Uni Eropa (UE) dalam pertemuan di Brussel, Belgia pada Senin, 19 Februari 2024. Pertemuan tersebut berlangsung beberapa hari sebelum peringatan dua tahun perang Rusia di Ukraina.
Kepala kebijakan luar negeri UE Josep Borrell, yang menjadi ketua diskusi 27 menteri luar negeri anggota Uni Eropa tersebut pada Senin, 19 Februari 2024, mengumumkan kunjungan Navalnaya tersebut. Borrell mengatakan pertemuan tersebut akan menyoroti “dukungan kepada pejuang kemerdekaan di Rusia dan menghormati kenangan Alexei Navalny”.
Navalnaya pada pertemuan dengan para pemimpin, diplomat, dan pejabat Barat lainnya di Munich, Jerman pada Jumat, 15 Februari 2024, mengatakan Putin dan sekutunya akan memikul tanggung jawab atas apa yang mereka lakukan terhadap Rusia, terhadap keluarganya, terhadap suaminya.
Navalny, mantan pengacara berusia 47 tahun, menjadi terkenal setelah berkampanye melawan korupsi di Rusia yang terjadi di bawah kepemimpinan Putin. Ia dikenal karena retorikanya yang berapi-api dalam protes publik dan di ruang pengadilan, kehadirannya yang vokal di media sosial, dan investigasi video timnya yang membongkar korupsi negara.
Menurut laporan pihak penjara, Navalny meninggal pada Jumat, 15 Februari 2024, setelah pingsan di koloni tahanan yang berada di utara Lingkaran Arktik Rusia tempat dia menjalani hukuman penjara tiga dekade. Navalny pernah mengatakan dia diracuni dengan agen saraf di Siberia pada Agustus 2020. Kremlin membantah mencoba membunuhnya dan mengatakan tidak ada bukti dia diracuni dengan agen saraf.
Selain mengenang Navalny, para menteri luar negeri anggota Uni Eropa bertemu pada Senin, 19 Februari 2024, untuk membahas dukungan militer untuk Ukraina dan paket sanksi ketiga belas oleh Uni Eropa terhadap Rusia sejak negara tersebut melancarkan invasi besar-besaran terhadap Ukraina pada 24 Februari 2022.
Pertemuan dilakukan saat Amerika Serikat tengah berjuang untuk menyepakati lebih banyak bantuan ke Ukraina, dan banyak orang di Eropa semakin khawatir mengenai prospek kembalinya kekuasaan mantan Presiden Donald Trump yang meremehkan NATO.
Jerman telah memblokir penambahan dana militer untuk Ukraina dengan alasan Berlin berkontribusi terlalu banyak dibandingkan dengan anggota Uni Eropa lainnya. Sementara, Hongaria sejauh ini menolak mendukung usulan sanksi baru terhadap Moskow. Sanksi itu akan memasukkan hampir 200 perusahaan dan individu – termasuk beberapa di luar Rusia – ke dalam daftar hitam nama-nama yang dianggap terlibat dalam perang, atau melanggar pembatasan perdagangan yang sudah ada.
Hongaria telah menghentikan banyak sanksi sebelumnya, sekaligus kesepakatan-kesepakatan Uni Eropa untuk mengirimkan bantuan dana kepada Kiev. Langkah-langkah seperti itu memerlukan dukungan bulat dari seluruh negara anggota. Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban sebelumnya mengatakan dia “bangga” atas kontaknya dengan Rusia.
Uni Eropa telah berkoordinasi dengan Washington dan London ihwal sanksi baru. Seorang diplomat senior UE mengatakan mereka yakin “akan dapat menyelesaikannya tepat waktu” dan menyetujui tindakan hukuman baru yang akan diterapkan pada 24 Februari.
Para menteri juga akan membahas perang Israel di Gaza dan wilayah Sahel di Afrika, tempat junta militer mengambil alih Mali, Burkina Faso dan Niger dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, Mauritania telah menjadi titik keberangkatan penting bagi para migran Afrika ke Eropa.
REUTERS
Pilihan editor: Istri Navalny Masih Meragukan Kematian Suaminya
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini