TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Amerika Serikat Joe Biden dari Partai Demokrat masih terjebak dalam persaingan ketat dengan rivalnya dari Partai Republik, mantan Presiden Donald Trump untuk pemilu November 2024. Persaingan ini terlihat dalam jajak pendapat Reuters/Ipsos terbaru yang dipublikasi pada Selasa, 13 Februari 2024.
Menurut jajak pendapat yang berlangsung selama empat hari dan ditutup pada Senin, 12 Februari 2024, Trump mendapat dukungan dari 37 persen responden sementara Biden mendapat 34 persen dukungan. Margin kesalahan survei sebesar 2,9 poin persentase.
Survei juga mengungkap sekitar 10 persen responden mengatakan akan memilih kandidat lain, 12 persen responden tidak akan memilih, dan delapan persen menolak menjawab jajak pendapat nasional yang dilakukan secara daring itu. Survei itu diikuti oleh sekitar 1.237 orang dewasa warga negara Amerika Serikat.
Jajak pendapat tersebut dilakukan beberapa hari setelah jaksa federal Robert Hur merilis laporan yang menolak menuntut Biden, 81 tahun, karena dugaan mengambil dokumen rahasia bersamanya ketika ia meninggalkan kursi wakil presiden pada 2017. Laporan tersebut menggambarkannya sebagai “pria lanjut usia yang bermaksud baik dan memiliki ingatan yang buruk”.
Dalam jajak pendapat terpisah, 53 persen responden setuju dengan dugaan Biden mendapat perlakuan khusus karena dia adalah Presiden Amerika Serikat. Sedangkan 46 persen responden mengatakan mereka familiar dengan komentar Hur bahwa mengadili Biden akan sulit karena ia dapat menampilkan dirinya di hadapan juri sebagai lansia yang simpatik, bermaksud baik, dan pria dengan ingatan yang buruk. Gedung Putih dengan tajam membantah karakterisasi tersebut.
Persentase elektabilitas baru Biden dan Trump menunjukkan persaingan yang lebih ketat dibandingkan jajak pendapat bulan lalu, yang menunjukkan Trump unggul sebesar enam poin persentase.
Hal ini juga menunjukkan salah satu potensi tanggung jawab politik besar yang dihadapi Trump adalah empat tuntutan pidana yang sedang dihadapinya. Satu dari empat orang yang mengidentifikasi dirinya sebagai anggota Partai Republik dan sekitar setengah dari anggota independen yang merespons mengatakan mereka tidak akan memilih Trump jika dia dinyatakan bersalah melakukan kejahatan berat oleh juri.
Sementara Biden menghadapi tantangan berbeda. Presiden Biden kemungkinan akan sulit menggaet suara pemilih dari negara bagian tertentu seperti Michigan, yang memiliki konsentrasi tinggi penduduk muslim, karena kebijakan Biden akhir-akhir ini perihal serangan Israel di Gaza.
“Michigan khususnya bisa menjadi persaingan yang sangat ketat dan para pemilih tersebut kecewa dengan kebijakan luar negeri Presiden Biden terhadap konflik di Timur Tengah,” kata Brian Brox, Lektor Kepala Ilmu Politik di Tulane University di acara FPCI Global Town Hall pada Senin, 12 Februari 2024.
Dia menekankan Trump memiliki hubungan yang lebih dekat dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan lebih gigih membela Israel, sehingga para pemilih tidak serta-merta akan memilih Trump.Namun jika para pemilih juga tidak memberi suara untuk Biden, hal ini dinilai akan memudahkan Trump unggul di wilayah-wilayah tertentu.
Pemilu Amerika sebagian besar ditentukan oleh isu-isu dalam negeri dan banyak warga Amerika tidak terlalu memikirkan kebijakan luar negeri ketika memilih, kata Brian. Namun isu imigrasi dan konflik Timur Tengah tahun ini mungkin merupakan pengecualian terhadap kecenderungan tersebut.
REUTERS | NABIILA AZZAHRA A.
Pilihan editor: Politikus Malaysia dan Timor Leste Pertanyakan KPU soal Pencalonan Gibran Rakabuming
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini