TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriat Palestina mengecam keras pertemuan pemerintah, parlemen Israel dan para pemukim Israel di Yerusalem pada Minggu malam yang menyerukan rekolonisasi Jalur Gaza dan Tepi Barat.
Pertemuan itu dihadiri 12 menteri pemerintahan koalisi sayap kanan baru Israel serta 15 anggota parlemen Israel, Knesset, kata kantor berita Palestina WAFA. Selain itu juga hadir ratusan pemukim Israel yang disebut sebagai organisasi teroris kolonial di wilayah pendudukan.
Melalui pernyataan, Kemlu Palestina mengutuk posisi yang diusulkan "para menteri ekstremis dan penjajah" beserta para pemimpin mereka selama pertemuan tersebut.
Sikap yang dikutuk itu termasuk slogan-slogan yang menyatakan bahwa satu-satunya cara untuk mewujudkan perdamaian adalah dengan memindahkan warga Palestina, menurut laporan WAFA.
“Pertemuan dan agenda mereka ini kembali mengungkap wajah sesungguhnya pemerintah koalisi ektremis sayap kanan Israel, termasuk penolakan terhadap perdamaian dan sifat keras hati untuk melakukan pendudukan, kolonialisme dan rezim apartheid,” kata Kemlu.
Lebih lanjut, kantor berita Palestina itu melaporkan bahwa Kemlu menganggap pemerintah Israel yang dipimpin Perdana Menteri Benjamin Netanyahu secara langsung bertanggung jawab penuh atas seruan-seruan yang menghasut tersebut.
Kementerian juga menyerukan masyarakat internasional serta pemerintah Amerika Serikat untuk menekan Netanyahu agar mengurungkan seruan hasutan itu.
Kemlu, kata WAFA, menganggap bahwa seruan tersebut dimanfaatkan koloni teroris sebagai lampu hijau untuk melakukan lebih banyak kejahatan dan pelanggaran terhadap warga Palestina, hak-hak mereka, tanah, harta benda, dan situs agama.
Kementerian mendesak adanya penerapan sanksi jera pada "para penjajah teroris dan para pemimpin mereka serta orang-orang yang ada di belakang mereka dari tingkat politik".
Konferensi ini diselenggarakan oleh organisasi sayap kanan Nahala, yang mengadvokasi perluasan pemukiman Yahudi di wilayah-wilayah termasuk Tepi Barat, di mana pemukiman tersebut diklasifikasikan sebagai ilegal oleh kelompok internasional dan kemanusiaan dan di mana bentrokan kekerasan antara pemukim dan warga Palestina sering terjadi.
Israel menarik militer dan pemukimnya dari Gaza pada 2005 setelah pendudukan selama 38 tahun, dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pihaknya tidak bermaksud untuk mempertahankan kehadiran permanen lagi.
Namun, setelah serangan 7 Oktober oleh Hamas yang menewaskan 1.140 orang, Israel menunjukkan niatnya untuk kembali menguasai Gaza dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Niat itu ditentang oleh sekutu Israel sendiri, termasuk Amerika Serikat, yang mengatakan bahwa Gaza harus diperintah oleh orang-orang Palestina.
Israel membalas serangan Hamas dengan memborbardir Gaza selama 113 hari terakhir. Serangan yang mengarah pada genosida dan kejahatan perang menurut Mahkamah Internasional (ICJ) itu telah menewaskan lebih dari 26 ribu warga Palestina di Gaza, mayoritas adalah anak-anak dan perempuan.
Pilihan Editor: Pemukim Israel Bertemu Menteri Netanyahu, Gelar Konferensi tentang Pemukiman Kembali di Gaza
REUTERS | WAFA