TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB) Antonio Guterres mengikuti kasus genosida yang diajukan Afrika Selatan terhadap Israel di ICJ, kata juru bicaranya pada Kamis malam.
"Sekjen menghormati sepenuhnya independensi pengadilan, proses dan keputusannya," kata juru bicara Guterres, Stephane Dujarric, kepada wartawan.
Pernyataan tersebut muncul setelah Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag mengadakan sidang pertama dari dua hari sidang kasus terkait Jalur Gaza.
Di daerah itu, sudah lebih dari 23 ribu warga Palestina yang tewas sejak 7 Oktober, sekitar 59 ribu warga terluka dan 7.000 lainnya masih terperangkap di dalam reruntuhan bangunan.
Melalui dokumen setebal 84 halaman, Afrika Selatan menuduh Israel melakukan tindakan yang "bersifat genosida.
Tindakan itu, menurut dokumen tersebut, dilakukan Israel "dengan maksud khusus yang diperlukan ... untuk menghancurkan penduduk Palestina di Gaza sebagai bagian dari kebangsaan, ras, dan kelompok etnis Palestina yang lebih luas."
Genosida yang dilakukan Israel itu disebutkan mencakup pembunuhan terhadap warga Palestina, menyebabkan luka fisik dan mental serius, dan pengusiran massal para warga dari rumah-rumah dan pengungsian.
Selain itu, kata Afsel, Israel juga menerapkan tindakan yang dimaksudkan untuk mencegah kelahiran warga Palestina serta perampasan akses terhadap makanan, air, tempat berlindung, sanitasi, dan bantuan medis yang memadai.
Sidang pada Kamis akan dilanjutkan dengan argumen pembelaan Israel pada Jumat 12 Januari 2024.
Akses Bantuan ke Gaza
Mengenai situasi di Gaza, Dujarric mengatakan pengiriman bantuan kemanusiaan ke utara Jalur Gaza dapat dilanjutkan.
"Kemampuan PBB untuk menanggapi kebutuhan yang luas di bagian utara Gaza telah dibatasi oleh penolakan berulang kali terhadap akses pengiriman bantuan dan kurangnya akses aman yang terkoordinasi oleh otoritas Israel."
"Penolakan dan kendala akses yang parah ini melumpuhkan kemampuan mitra kemanusiaan untuk memberikan tanggapan yang berarti, konsisten, dan dalam skala besar," katanya.
Ketidakmampuan memberikan bantuan mengakibatkan hilangnya nyawa dan penderitaan ratusan ribu penduduk yang masih berada di Gaza utara, kata Dujarric, menekankan.
Israel terus melancarkan serangan udara dan darat tanpa henti di Jalur Gaza sejak serangan lintas batas oleh Hamas, yang menurut Tel Aviv menewaskan sekitar 1.200 orang.
Lebih dari 23.400 warga Palestina yang tewas, sebagian besar adalah perempuan serta anak-anak, dan 59.410 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan Palestina. Sekitar 10.000 korban tewas di Gaza adalah anak-anak, dan menurut Save The Children jumlah ini mencakup 1 persen dari total anak di Gaza.
Anak-anak yang selamat dari perang “mengalami kengerian yang tak terkatakan, termasuk cedera yang mengubah hidup, luka bakar, penyakit, perawatan medis yang tidak memadai, dan kehilangan orang tua serta orang-orang tercinta mereka”, kata laporan tersebut.
Dari ribuan anak-anak yang terluka, setidaknya 1.000 diantaranya kehilangan salah satu atau kedua kakinya, kata laporan itu. Lebih dari 10 anak kehilangan setidaknya satu atau kedua kakinya setiap hari sejak perang dimulai, dan banyak dari amputasi tersebut dilakukan tanpa anestesi.
“Jumlahnya tidak hanya mengejutkan dalam skala dan cakupannya, tetapi juga dampak sebenarnya,” kata Jason Lee dari Save The Children kepada Al Jazeera. “Ini bukan sekedar angka. Masing-masing dari mereka adalah anak-anak.”
Sekitar 85 persen warga Gaza telah mengungsi, sementara seluruh penduduknya mengalami rawan pangan, menurut PBB.
Ratusan ribu orang hidup tanpa tempat berlindung, dan jumlah truk bantuan yang memasuki wilayah tersebut kurang dari setengah dibandingkan dengan sebelum konflik mulai muncul.
Pilihan Editor: Enam Pengacara Wakili Afrika Selatan Melawan Israel di ICJ, Ada Mantan Pelapor Khusus PBB
ANADOLU | AL JAZEERA