TEMPO.CO, Jakarta -Mantan pengacara Donald Trump, Rudy Giuliani, diperintahkan oleh juri pengadilan di Washington, Amerika Serikat untuk membayar ganti rugi lebih dari US$148 juta atau sekitar Rp2,2 triliun kepada dua mantan petugas pemilu di negara bagian Georgia yang dia fitnah atas kecurangan saat pemilihan presiden AS pada 2020.
Giuliani memfitnah bahwa mereka membantu mencurangi pilpres 2020, saat Trump kalah dari Joe Biden.
Giuliani, 79 tahun, berutang kompensasi kepada Wandrea “Shaye” Moss dan ibunya Ruby Freeman sekitar US$73 juta atas kerugian reputasi dan emosional yang mereka derita, dengan tambahan US$75 juta untuk menghukum mantan Wali Kota New York itu atas perbuatannya, menurut keputusan juri pada Jumat, 15 Desember 2023.
Menurut rincian CNBC, dari jumlah US$73 juta akan dibagi sebesar US$20 juta kepada masing-masing Moss dan Freeman atas kerugian emosional, dan masing-masing lebih dari US$16 juta atas pencemaran nama baik.
“Hari ini adalah hari yang baik. Seorang juri menjadi saksi atas apa yang dilakukan Rudy Giuliani terhadap saya dan putri saya dan meminta pertanggungjawabannya,” kata Freeman kepada wartawan di luar gedung pengadilan, melansir dari Reuters. “Orang lain (yang terlibat) juga harus bertanggung jawab.”
Sebelum persidangan, seorang hakim federal memutuskan bahwa Giuliani bertanggung jawab atas pencemaran nama baik, penderitaan emosional yang disengaja, dan konspirasi sipil.
Panel juri berunding selama lebih dari 10 jam untuk menentukan jumlah yang akan dibebankan kepada Giuliani, yang membantu mantan Presiden Trump mengajukan klaim palsunya atas kecurangan pemilu 2020.
Giuliani mengatakan dia akan mengajukan banding. “Absurditas angka tersebut hanya menggarisbawahi betapa tidak masuk akalnya seluruh proses persidangan ini,” katanya kepada wartawan di luar gedung pengadilan.
Putusan pengadilan diambil setelah kesaksian emosional dari kedua mantan petugas yang difitnah. Moss dan Freeman, sebagai warga AS berkulit hitam, menceritakan bagaimana mereka diserbu pesan rasis dan seksis, termasuk ancaman pembunuhan setelah Trump dan sekutunya menyebarkan klaim palsu bahwa mereka terlibat dalam kecurangan pemilu.
Giuliani, yang menolak memberikan kesaksian, setelah sidang mengatakan komentarnya “tidak ada hubungannya sama sekali” dengan ancaman yang diterima kedua perempuan tersebut.
Dia sebelumnya berulang kali membuat klaim palsu bahwa video CCTV menunjukkan Moss dan Freeman telah menyembunyikan dan menghitung koper berisi surat suara ilegal di sebuah stadion bola basket di Atlanta yang digunakan untuk memproses pemungutan suara selama pemilu 2020.
Michael Gottlieb, pengacara Moss dan Freeman, dalam pledoinya mengatakan Giuliani tidak berhak melempar dua pegawai negeri sipil tak bersalah ke hadapan massa dunia maya demi membatalkan hasil pemilu.
“Giuliani pikir dia bisa lolos dengan membuat Ruby dan Shaye menjadi korban kecurangan pemilu, karena menurutnya mereka orang biasa saja dan bisa diabaikan,” ujar Gottlieb.
Sementara pengacara Giuliani, Joseph Sibley, mengakui bahwa kliennya telah menimbulkan kerugia. Namun mengatakan hukuman yang diminta penggugat – setidaknya US$48 juta – akan menjadi “bencana besar” bagi kliennya.
Sebagai pembelaan, dia mengatakan kepada juri bahwa Giuliani adalah “orang baik”, merujuk pada perannya sebagai wali kota New York setelah Serangan 9/11. “Rudy Giuliani tidak boleh didefinisikan oleh apa yang terjadi belakangan ini,” kata Sibley dalam argumen penutupnya.
Investigasi pemerintah AS menemukan bahwa Moss dan Freeman memproses surat suara secara sah dan benar dalam pilpres 2020.
Pengacara kedua perempuan tersebut menuduh bahwa klaim yang dilayangkan terhadap kliennya adalah bagian dari konspirasi yang melibatkan Trump, tim hukumnya, dan media sayap kanan untuk membantu Trump menabur keraguan tentang pemilu dan membalikkan kekalahannya dari Biden.
Pilihan Editor: Produsen Alat Voting Pilpres Amerika Tuntut Pengacara Trump US$2,7 Miliar
REUTERS