TEMPO.CO, Jakarta - Gelombang pengungsi Rohingya yang terus berdatangan ke Aceh sejak pertengahan November lalu menjadi polemik. Banyak masyarakat Aceh yang melakukan penolakan dan menuntut pemerintah untuk bertindak tegas. Di sisi lain, peran UNHCR sebagai badan yang menangani masalah pengungsi pun ikut disorot.
Kapolda Aceh Irjen Pol Achmad Kartiko meminta lembaga UNHCR ikut bertanggung jawab soal pengungsi Rohingya. Pasalnya, para pengungsi yang tiba di Aceh sudah memiliki kartu UNHCR yang diterbitkan di Bangladesh. Sehingga, kata dia, pengungsi Rohingya bukan lagi tanggung jawab pemerintah Indonesia.
"Kita menemukan bahwa Rohingya ini sudah memiliki kartu UNHCR yang diterbitkan di Bangladesh dengan bahasa Bangladesh. Ini artinya apa, ini bukan tanggung jawab pemerintah kita semata tapi UNHCR harus memiliki tanggung jawab kenapa pengungsi itu bisa lolos dari Bangladesh sana," kata Achmad kepada awak media pada Kamis, 30 November 2023.
Belakangan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md untuk membereskan masalah pengungsi Rohingya yang masuk ke Indonesia. Jokowi meminta pemerintah bekerja sama dengan UNHCR untuk mengatasi masalah pengungsi Rohingya.
"Ya, saya telah memerintahkan kepada Menkopolhukam untuk menangani bersama-sama dengan daerah, bersama-sama dengan Badan Pengungsi PBB (UNHCR),” kata Jokowi menjawab pertanyaan dalam keterangan pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, pada Senin, 4 Desember 2023.
Lantas sebenarnya, apa itu UNHCR dan apa saja tugasnya? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini.
Apa itu UNHCR
UNHCR merupakan singkatan dari United Nations High Commissioner for Refugees. UNHCR adalah sebuah badan organisasi PBB yang berfokus pada penanganan masalah pengungsi. Organisasi ini didirikan pada 14 Desember 1950, dengan markas di Jenewa, Swiss.
UNHCR awalnya didirikan oleh Majelis Umum PBB pada 1950 setelah Perang Dunia Kedua. Saat itu UNHCR diberi mandat untuk membantu jutaan orang yang kehilangan tempat tinggal. Kemudian di tahun 2003 resolusi Majelis Umum PBB menjadikan mandat tersebut permanen.
UNHCR yang secara resmi dikenal sebagai Kantor Komisaris Tinggi untuk Pengungsi, berkomitmen melindungi hak-hak dan kesejahteraan pengungsi, berkontribusi dalam penyelesaian konflik, dan membantu mereka yang kehilangan tempat tinggal untuk membangun masa depan yang lebih baik.
Tugas UNHCR
UNHCR diberi mandat oleh PBB untuk melindungi dan menjaga hak-hak pengungsi. Organisasi ini juga mendukung mantan pengungsi yang telah kembali ke negara asal mereka, orang-orang yang mengungsi di negara mereka sendiri, dan orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau yang kewarganegaraannya diperdebatkan.
Dalam menjalankan tugasnya, UNHCR berpedoman dan bertindak sebagai pelindung Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967. UNHCR kini memiliki 20.739 personel yang bekerja di 135 negara. Organisasi ini menyediakan bantuan seperti tempat tinggal, makanan, air, dan perawatan medis bagi pengungsi yang keluar dari konflik dan penganiayaan.
UNHCR di Indonesia
Di Indonesia, UNHCR sudah beroperasi sejak tahun 1979, ketika Pemerintah Indonesia meminta bantuan UNHCR dalam membangun kamp pengungsian di Pulau Galang, untuk menampung lebih dari 170,000 pengungsi yang melarikan diri dari konflik di Asia Tenggara.
Indonesia belum menjadi Negara Pihak dari Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi dan Protokol 1967, serta belum memiliki sebuah sistem penentuan status pengungsi.
Rencana Aksi Komprehensive (The Comprehensive Plan of Action /CPA), yang diadopsi pada 14 Juni 1989 oleh Negara Pihak Konferensi Internasional tentang Pengungsi Indo-Cina, memberikan UNHCR tanggungjawab spesifik dalam penanganan kedatangan pengungsi Indo-Cina dan pencarian solusi permanen bagi mereka.
Sejak penutupan kamp pengungsian Galang pada tahun 1996, UNHCR tetap melanjutkan bantuannya bagi Pemerintah Indonesia dalam memberikan kebutuhan pengungsi akan perlindungan internasional. Dengan demikian, Pemerintah memberikan kewenangan kepada UNHCR untuk menjalankan mandat perlindungan pengungsi dan untuk menangani permasalahan pengungsi di Indonesia.
Pada akhir tahun 2016, Presiden Republik Indonesia menandatangani Peraturan Presiden mengenai Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Peraturan tersebut mencakup definisi-definisi kunci dan mengatur aspek deteksi, penampungan, dan perlindungan bagi pencari suaka dan pengungsi. Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Presiden diharapkan akan segera diterapkan, memperkuat kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan UNHCR, termasuk dalam registrasi bersama untuk pencari suaka.
Peran UNHCR di Indonesia
Berada diantara negara – negara penerima pencari suaka dan pengungsi dalam jumlah besar seperti Malaysia, Thailand dan Australia, secara berkelanjutan Indonesia terkena dampak dari pergerakan populasi tercampur (mixed population movements). UNHCR pun berperan untuk memberikan perlindungan dengan memastikan pengungsi dan pencari suaka terhindar dari refoulement, yang berarti melindungi mereka dari pemulangan paksa ke tempat asal yang dapat membahayakan hidup atau kebebasan mereka.
Perlindungan tersebut melibatkan proses verifikasi identitas pencari suaka dan pengungsi, memastikan pendaftaran mereka dan penerbitan dokumentasi individu. Para pencari suaka yang telah terdaftar dapat mengajukan permohonan status pengungsi melalui prosedur evaluasi mendalam oleh UNHCR, yang dikenal sebagai Penentuan Status Pengungsi atau Refugee Status Determination (RSD)
Jika permohonan ditolak, maka pengungsi bisa mengajukan banding. Bagi mereka yang memperoleh status pengungsi, UNHCR akan mencari salah satu dari tiga solusi komprehensif. Solusi itu diantaranya, penempatan di negara ketiga, pemulangan sukarela (jika konflik di daerah asal telah berakhir), atau integrasi lokal di negara penerima suaka.
Kantor pusat UNHCR di Indonesia terletak di Jakarta. Saat ini, UNHCR memiliki hampir 60 orang staff yang bekerja di kantor utama di Jakarta dan di empat lokasi lainnya di Indonesia, yaitu Medan, Pekanbaru, Tanjung Pinang dan Makassar.
RIZKI DEWI AYU | DANIEL A. FAJRI | UNHCR
Pilihan editor: Warga Ukraina Bersiap untuk Perang Panjang, Apakah Barat Mampu Bertahan?