TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menemui Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres sebelum menghadiri debat terbuka tingkat tinggi Dewan Keamanan pada Rabu, 29 November 2023 di Markas PBB, New York, Amerika Serikat.
Pertemuan tersebut dilakukan bersama menteri-menteri luar negeri yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yaitu dari Arab Saudi, Yordania, Mesir, Qatar, Uni Emirat Arab, Turki, Malaysia, dan Sekjen Liga Arab untuk membahas situasi di Gaza.
Bersama para menteri OKI dan Sekjen Liga Arab, ia menyampaikan kepada Guterres pentingnya dikeluarkan resolusi Dewan Keamanan PBB yang lebih kuat, dengan fokus utama mengenai masalah kemanusiaan.
“Isu penting terkait gencatan senjata kembali disampaikan. Dan dibahas pula mengenai penjajakan pembukaan akses lain pengiriman bantuan kemanusiaan,” ujarnya dalam keterangan tertulis kepada wartawan, mengacu pada situasi di Gaza yang sedang berada dalam periode gencatan senjata sementara setelah dibombardir oleh Israel.
Pembukaan akses lain pengiriman bantuan ke Gaza sedang dijajaki oleh kepala badan bantuan PBB atau UN OCHA, Martin Griffiths, yang terbang ke Amman, Yordania pada Rabu untuk membicarakan pembukaan penyeberangan Kerem Shalom. Terletak di persimpangan Israel, Jalur Gaza dan Mesir, penyeberangan tersebut digunakan untuk mengangkut lebih dari 60 persen muatan truk menuju Gaza sebelum konflik saat ini.
Saat ini, bantuan kemanusiaan untuk Gaza hanya disalurkan melalui satu pintu, yaitu penyeberangan Rafah di perbatasan dengan Mesir. Satu-satunya penyeberangan yang dibuka tersebut dirancang untuk penyeberangan pejalan kaki dan bukan truk.
Sebelum bertemu Guterres, Retno juga sempat berbicara dengan menteri luar negeri Cina, yang saat ini memegang presidensi Dewan Keamanan periode November 2023 diwakili oleh Zhang Jun.
Ia mengatakan Cina memiliki pandangan sama dengan para menteri OKI mengenai pentingnya menekankan kembali seruan gencatan senjata dan akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan, juga dimulainya proses perdamaian. Kedua pihak setuju bahwa penting pula mengirimkan pesan yang kuat dari debat Dewan Keamanan hari itu.
Secara khusus, dalam pertemuan itu ia menyampaikan bahwa perhatian juga harus diberikan ke Tepi Barat, “di mana kekerasan terus terjadi dan semakin meningkat, bahkan ketika masa truce (gencatan senjata) dijalankan”.