TEMPO.CO, Jakarta -Dua pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan penyelidikan yang cepat, transparan, dan independen terhadap tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan di Israel dan Palestina pada 7 Oktober 2023 dan setelahnya.
Dalam sebuah pernyataan bersama pada Senin, 27 November 2023, Morris Tidball-Binz dan Alice Jill Edwards menyerukan Israel, Otoritas Palestina, dan otoritas de facto di Gaza yaitu Hamas untuk bekerja sama sepenuhnya dalam penyelidikan.
“Penyidik independen harus diberi sumber daya, dukungan, dan akses yang diperlukan untuk melakukan penyelidikan yang cepat, menyeluruh, dan tidak memihak terhadap kejahatan yang diduga dilakukan oleh semua pihak dalam konflik,” kata pernyataan itu.
Tidball-Binz adalah Pelapor Khusus untuk eksekusi di luar hukum, kilat, atau sewenang-wenang. Sementara Edwards adalah Pelapor Khusus untuk Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia.
Sebagai pelapor khusus, mereka terlibat dalam Prosedur Khusus Dewan Hak Asasi Manusia PBB.
Kedua pakar mendesak komunitas internasional untuk memastikan bahwa semua orang yang bertanggung jawab atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, serta kejahatan internasional lainnya yang dilakukan dalam konflik tersebut segera diadili, terutama mereka yang memiliki tanggung jawab komando.
“Tidak ada undang-undang yang membatasi kejahatan-kejahatan tersebut, dan kejahatan-kejahatan tersebut berada di bawah yurisdiksi universal,” imbuh mereka.
Hal tersebut berarti pengadilan di negara mana pun dapat menggunakan kewenangannya untuk mengadili pihak yang bertanggung jawab, terlepas dari kewarganegaraan dan tempat kejahatan dilakukan.
Mereka lantas mendorong semua negara untuk memainkan peran proaktif dalam mengidentifikasi tersangka pelaku utama dan membantu memfasilitasi penuntutan melalui prinsip bantuan hukum timbal balik. Prinsip tersebut adalah proses di mana negara mencari dan memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai bukti dalam kasus pidana.
Para pelapor pun menyambut baik penyelidikan yang sedang dilakukan oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) dan Komisi Penyelidikan Internasional Independen mengenai Wilayah Pendudukan Palestina, termasuk Yerusalem Timur, dan Israel. Kedua badan tersebut sedang memeriksa dan mendokumentasikan semua bukti kejahatan yang dilakukan hingga saat ini di Israel, Gaza, dan Tepi Barat.
“Kami menekankan bahwa demi tujuan penyembuhan, pemulihan, rekonsiliasi dan keadilan, para korban dan penyintas serta keluarga mereka harus dapat berpartisipasi dalam proses apa pun,” kata para pelapor.
Israel sedang melancarkan kampanye militer besar-besaran di Jalur Gaza, menyusul serangan lintas batas yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober lalu. Serangan tersebut menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera kurang lebih 240 lainnya.
Menurut otoritas kesehatan Gaza, setidaknya lebih dari 15.000 warga Palestina tewas akibat pengeboman Israel sejak kampanye militer besar-besaran di Jalur Gaza menyusul serangan lintas batas oleh Hamas.
Jumlah korban tewas mencakup 6.150 anak dan 4.000 perempuan, ditambah lagi jumlah jasad yang berserakan di jalan-jalan.
Menurut pernyataan kantor tersebut, ada sekitar 7.000 orang hilang di bawah reruntuhan, termasuk 4.700 anak dan perempuan.
Disebutkan pula bahwa dari jumlah korban tewas, terdapat 207 staf medis, 26 anggota tim penyelamat pertahanan sipil dan 70 jurnalis.
Otoritas Gaza juga menyebutkan bahwa lebih dari 36.000 warga Palestina lainnya juga terluka, dengan 75 persen di antaranya adalah anak-anak dan perempuan.
Sementara itu, hampir 50.000 unit rumah hancur total dan 240.000 unit rumah lainnya rusak parah. Total 88 masjid juga hancur lebur dan 174 lainnya hancur sebagian akibat pemboman Israel di seluruh wilayah Gaza, selain tiga gereja yang menjadi sasaran Israel.
Pilihan Editor: Menlu Australia Menolak Bertemu Pelapor Khusus PBB untuk Palestina, Ada Apa?
REUTERS | ANADOLU