TEMPO.CO, Jakarta - Orang-orang yang terjebak di dalam Rumah Sakit Al Shifa di Gaza berencana mulai menguburkan jenazah di dalam kompleks rumah sakit pada Selasa, 14 November 2023, tanpa persetujuan Israel karena situasinya tidak dapat dipertahankan, kata dua sumber di rumah sakit tersebut.
Ahmed Al Mokhallalati, seorang ahli bedah, dan juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza Ashraf Al-Qidra mengatakan dalam wawancara telepon terpisah dari dalam kompleks tersebut bahwa lebih dari 100 jenazah telah terkumpul di sana, sehingga menciptakan krisis sanitasi yang akut.
“Kami berencana menguburkan mereka hari ini di kuburan massal di dalam kompleks medis Al Shifa. Ini akan sangat berbahaya karena kami tidak memiliki perlindungan atau perlindungan dari ICRC (Komite Internasional Palang Merah), tapi kami tidak punya pilihan lain, jenazah para syuhada mulai membusuk,” kata Qidra. “Orang-orang itu sedang menggali saat kita berbicara.”
Qidra menyebutkan jumlah jenazah yang terkumpul di Al Shifa sekitar 100. Mokhallalati mengatakan sekitar 120.
Rumah sakit tersebut, yang dikepung oleh pasukan Israel dan dekat dengan tempat terjadinya pertempuran sengit antara mereka dan Hamas, tidak lagi berfungsi secara normal, dengan kekurangan listrik, air dan kebutuhan pokok lainnya.
Mokhallalati mengatakan jenazah-jenazah tersebut menimbulkan bau busuk yang tak tertahankan dan menimbulkan risiko infeksi.
"Hari ini kami mengalami sedikit hujan... Benar-benar mengerikan, bahkan tidak ada yang bisa membuka jendela," katanya.
“Sayangnya tidak ada persetujuan dari Israel untuk menguburkan jenazah di dalam area rumah sakit,” katanya.
“Hari ini… warga sipil mulai menggali di dalam rumah sakit untuk berusaha menguburkan jenazah atas tanggung jawab mereka sendiri tanpa pengaturan apa pun dari pihak Israel.
“Penguburan 120 jenazah memerlukan peralatan yang banyak, tidak bisa dengan usaha tangan dan usaha satu orang. Butuh waktu berjam-jam untuk bisa menguburkan seluruh jenazah tersebut.”
Israel mengatakan Rumah Sakit Al Shifa terletak di atas terowongan yang menjadi markas para pejuang Hamas, yang harus disalahkan atas penderitaan mereka karena menggunakan pasien sebagai tameng manusia. Hamas membantah hal ini.
REUTERS
Pilihan Editor: Jokowi dan Biden Setujui Kemitraan Strategis Komprehensif Indonesia-AS, Berikut Poin-poinnya