TEMPO.CO, Jakarta - Seiring gempuran Israel ke seluruh rumah sakit di Gaza sejak Sabtu, bayi-bayi yang baru lahir menjadi korban pertama kebrutalan ini.
Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan bayi-bayi di Rumah Sakit Al-Quds di Gaza mengalami dehidrasi di tengah gempuran Israel terhadap rumah sakit.
“Bayi-bayi di Rumah Sakit Al-Quds menderita dehidrasi akibat kekurangan ASI,” demikian pernyataan organisasi HAM itu di X.
Bayi-bayi ini termasuk di antara 500 pasien, 100 pekerja medis, dan 14.000 warga sipil terlantar yang berlindung di sana karena menderita dehidrasi karena kekurangan susu dan air, tambahnya.
Disebutkan pula bahwa staf medis di rumah sakit tersebut terus bekerja sepanjang waktu meskipun terjadi pemadaman listrik dan gencarnya serangan udara Israel.
Sementara itu tim medis Rumah Sakit Anak-anak Al Nasr di selatan kota Gaza harus meninggalkan lima bayi prematur di inkubator, ketika staf dan pasien berhasil melarikan diri dari gempuran Israel.
Mohammed Abu Mughaisib, wakil koordinator medis di Gaza untuk Dokter Lintas Batas mengatakan langkah menyedihkan ini terpaksa ditempuh tim medis.
“Akan lebih berbahaya jika mengeluarkan bayi dari inkubator sehingga kami meninggalkan lima bayi sendirian di ruang perawatan intensif dengan mesin dan ventilator,” kata Mughaisib kepada The Washington Post.
Dua bayi prematur meninggal di Rumah Sakit al-Shifa di Gaza setelah unit perawatan intensif neonatal berhenti bekerja karena kekurangan listrik, kata direktur fasilitas tersebut.
Tiga puluh tujuh bayi lainnya, juga di unit perawatan intensif neonatal, berisiko kehilangan nyawa karena rumah sakit kehabisan bahan bakar untuk menyalakan inkubator mereka, Direktur Mohammed Abu Salmiya mengatakan kepada Al Jazeera.
Ia menjelaskan, kedua bayi tersebut meninggal karena kekurangan bahan bakar di rumah sakit yang menyediakan listrik ke inkubator sehingga memungkinkan suhu hangat dan aliran oksigen konstan. Rumah sakit tersebut telah dikepung dan menjadi sasaran serangan sengit Israel.
“Mereka tewas karena suhu rendah dan kekurangan oksigen. Kami sekarang menggunakan metode primitif untuk menjaga mereka tetap hidup,” kata direktur tersebut.
“Kami punya listrik sampai pagi. Begitu listrik padam, bayi-bayi yang baru lahir ini akan meninggal sama seperti anak-anak lainnya,” Abu Salmiya memperingatkan.
Mohammed Obeid, seorang ahli bedah di Rumah Sakit al-Shifa, membenarkan kematian bayi baru lahir tersebut dan mengatakan seorang pasien dewasa juga meninggal karena tidak ada listrik untuk ventilatornya.
“Kami ingin seseorang memberi kami jaminan bahwa mereka dapat mengevakuasi pasien, karena kami memiliki sekitar 600 pasien rawat inap,” katanya, dalam rekaman audio yang diposting oleh badan amal medis Doctors Without Borders (Medecins Sans Frontieres, atau MSF).
Presiden Federasi Palang Merah Internasional dan Bulan Sabit Merah (IFRC), Francesco Rocca, mendesak komunitas internasional agar menyelamatkan bayi-bayi di Gaza.
"Cukup! Bagaimana komunitas internasional bisa menerima situasi itu di Gaza?" tulis Rocca di platform tersebut.“Bayi-bayi di inkubator dan pasien di ICU mempertaruhkan nyawa di rumah sakit Al-Quds.”
Israel terus melancarkan serangan udara dan darat di Jalur Gaza, termasuk rumah sakit, tempat tinggal dan tempat ibadah, sejak kelompok perlawanan Palestina Hamas melancarkan serangan lintas batas pada 7 Oktober.
Sedikitnya 11.078 warga Palestina, termasuk 4.506 anak dan 3.027 perempuan, tewas akibat agresi Israel. Sementara itu, jumlah korban tewas di pihak Israel hampir mencapai 1.200 orang, menurut angka resmi.
Pilihan Editor: Israel Berjanji Evakuasi Bayi dari Rumah Sakit Gaza, Serangan Jalan Terus
ANADOLU | AL JAZEERA