TEMPO.CO, Jakarta - Ribuan warga sipil Palestina dengan susah payah meninggalkan wilayah utara Jalur Gaza untuk mencari perlindungan dari serangan udara Israel dan pertempuran sengit antara pasukan Israel dan Hamas, Rabu, 8 November 2023.
Eksodus tersebut terjadi dalam jangka waktu empat jam ketika Israel memerintahkan penduduk mengungsi dari daerah tersebut jika tidak ingin terjebak dalam pertempuran.
Selain bagian utara, wilayah tengah dan selatan Gaza juga menjadi ajang pertempuran Hamas dan Israel.
Pejabat kesehatan Palestina mengatakan serangan udara yang menghantam rumah-rumah di kamp pengungsi Nusseirat menewaskan 18 orang pada Rabu pagi. Di Khan Younis, enam orang, termasuk seorang gadis muda, tewas dalam serangan udara.
“Kami sedang duduk dengan tenang ketika tiba-tiba serangan udara F16 mendarat di sebuah rumah dan meledakkan seluruh blok dan tiga rumah bersebelahan,” kata seorang saksi, Mohammed Abu Daqa.
“Semuanya yang menjadi korban warga sipil. Seorang wanita tua, seorang pria tua dan masih banyak lagi yang hilang di bawah reruntuhan.”
Militer Israel mengatakan serangannya menargetkan jaringan terowongan Hamas di bawah daerah kantong tersebut. Serangan udara telah menewaskan seorang pembuat senjata Hamas dan beberapa pejuangnya, katanya.
Kota Gaza, benteng utama kelompok militan Hamas di wilayah tersebut, kini dikepung oleh pasukan Israel. Militer mengatakan pasukannya telah maju ke jantung kota berpenduduk padat itu, sementara Hamas mengatakan para pejuangnya telah menimbulkan kerugian besar.
Para pejabat PBB dan negara-negara G7 meningkatkan seruan untuk jeda kemanusiaan dalam permusuhan untuk membantu meringankan penderitaan warga sipil di Gaza, di mana bangunan-bangunan rata dengan tanah dan persediaan dasar hampir habis.
Pejabat Palestina mengatakan 10.569 orang kini telah terbunuh, 40% di antaranya adalah anak-anak. Tingkat kematian dan penderitaan “sulit untuk diperkirakan”, kata juru bicara badan kesehatan PBB Christian Lindmeier di Jenewa.
Israel menyerang Gaza sebagai tanggapan atas serangan lintas perbatasan Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober yang menewaskan 1.400 orang, sebagian besar warga sipil, dan menyandera sekitar 240 orang, menurut penghitungan Israel.
Perang ini menjadi episode paling berdarah dalam konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung selama beberapa generasi.
Ribuan warga Palestina yang melarikan diri dari utara dengan kelelahan berjalan dalam antrean panjang melewati bangunan-bangunan yang hancur dan terkena bom, kata para saksi mata.
Militer Israel telah mengatakan kepada mereka bahwa mereka harus pindah ke selatan lahan basah Wadi Gaza di sepanjang Jalan Utama Salah al-Din. Tidak jelas secara pasti di mana mereka akan berakhir, mengingat banyaknya jumlah pengungsi dari 2,3 juta penduduk Gaza yang sudah memadati sekolah, rumah sakit dan tempat-tempat lain di wilayah selatan.
Ribuan orang lainnya masih berada di wilayah utara yang dikepung, termasuk di rumah sakit utama Al Shifa di Kota Gaza, tempat Um Haitham Hejela berlindung bersama anak-anaknya yang masih kecil di tenda darurat.
REUTERS
Pilihan Editor Polusi Udara New Delhi Makin Berbahaya, Semua Sekolah Ditutup