TEMPO.CO, Jakarta - PBB pada Rabu 8 November 2023 telah mengkonfirmasi bahwa semua toko roti di utara Gaza kini telah ditutup karena “kehabisan bahan bakar, air dan tepung terigu” serta kerusakan pada banyak toko roti akibat pengeboman Israel.
PBB menambahkan bahwa tepung terigu tidak lagi tersedia di pasar di wilayah utara dan organisasi bantuan tidak dapat mengirimkan makanan apa pun ke sana selama tujuh hari terakhir.
Di selatan Gaza, PBB mengatakan bahwa hanya sembilan toko roti yang masih “sesekali” buka, menyediakan roti ke tempat penampungan ketika tepung dan bahan bakar tersedia.
Kabar terbaru dari badan bantuan PBB di Wilayah Pendudukan Palestina (UNRWA) muncul setelah Kementerian Dalam Negeri Gaza mengatakan semua toko roti di Kota Gaza dan Gaza utara telah ditutup pada Senin.
Sehari sebelumnya, penduduk Gaza mengeluh kesulitan mendapatkan makanan, karena rak-rak supermarket kosong di Gaza utara.
“Kami tidak dapat menemukan apa pun di rak supermarket. Semuanya kosong,” kata Maryam Al Sweda, 23, kepada The National.
“Tidak ada susu, beras, garam atau roti,” katanya, seraya menambahkan bahwa semua kebutuhan pokok terjual habis di sebagian besar toko di wilayah utara.
Semua toko roti di kota Gaza dan bagian utara wilayah kantong tersebut kini tidak dapat beroperasi lagi, kata Kementerian Dalam Negeri pada Selasa, karena mereka menuduh Israel melakukan “perang kelaparan” terhadap warga sipil.
Serangan udara Israel yang ditargetkan dan kurangnya bahan bakar dan tepung telah memaksa toko roti tutup, kata kementerian itu.
Warga sipil tidak dapat melarikan diri melalui apa yang disebut “jalur aman” yang dibuat oleh Israel dan terjebak di daerah kantong yang terkepung dan tidak punya tempat tujuan selama sebulan setelah pecahnya perang.
Abu Ahmad, 55 tahun, memiliki lima anak yang kelaparan dan kehabisan persediaan makanan. Sambil berdiri di samping sebuah bangunan yang rata dengan tanah akibat serangan udara Israel yang mengguncang lingkungan dekat Rumah Sakit Al Shifa.
“Kami tidak punya tempat tujuan, kami terjebak di kota Gaza tanpa makanan atau air. Kematian semakin dekat dan dekat."
Sedikit sekali bantuan kemanusiaan yang mencapai Jalur Gaza utara ketika pasukan Israel mengepung kota Gaza, tempat mereka mengklaim bahwa pusat komando dan kendali utama Hamas berada.
Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas mengatakan 10.328 warga Palestina telah terbunuh di daerah kantong tersebut sejak dimulainya serangan Israel pada 7 Oktober.
Militer Israel telah berulang kali meminta warga Palestina di utara untuk pindah ke selatan, namun warga sipil mengatakan kepada The National bahwa itu adalah “jalan yang mematikan” karena Israel terus menembaki daerah tersebut dan juga mengebom wilayah selatan.
“Kami adalah warga sipil, kami telah berjalan berjam-jam tetapi tentara berdiri di pinggir jalan dengan senjata mereka,” Hatim Abu Rayesh, seorang sopir ambulans dari kota Gaza, mengatakan kepada The National ketika ia mencapai perbatasan dekat penyeberangan Rafah.
“Kami ingin hidup damai, kami bukan teroris.
“Saya berkata kepada [Perdana Menteri Israel Benjamin] Netanyahu, 'datang dan lawan kami, satu lawan satu, bukan dengan tank atau roket'. Saya tidak takut mati.
“Kami adalah warga sipil, kami mencintai perdamaian. Apa yang Anda ingin kami lakukan? “Saya ingin mati di sini,” kata Abu Rayesh tentang rumahnya.
Pilihan Editor: Tangis PM Palestina Mohammad Shtayyeh Saat Ceritakan Kondisi Anak-anak di Gaza, Berikut Profilnya
AL JAZEERA | THE NATIONAL