TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyuarakan "jeda" atas serangan Israel terhadap kelompok pejuang Hamas di Gaza, yang masih terus berlangsung sejak 7 Oktober 2023.
Pernyataan itu disampaikan Biden saat kampanye di hadapan pendonor Yahudi di Minnesota, AS pada Rabu. Saat itu, seorang pengunjung menginterupsi pidato Biden dan mendesaknya untuk menyerukan gencatan senjata segera dalam serangan membabi buta Israel di Gaza.
“Sebagai seorang rabi (pendeta Yahudi), saya ingin Anda menyerukan gencatan senjata sekarang juga,” kata seorang perempuan sambil berteriak. Dia kemudian diidentifikasi sebagai Rabi Jessica Rosenberg.
Biden lantas menanggapi dengan mengatakan, "Saya pikir kita perlu jeda. Jeda berarti memberikan waktu untuk membebaskan para tahanan."
“Saya adalah orang yang meyakinkan Bibi (Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu) untuk menyerukan gencatan senjata agar para tahanan bisa keluar," ujar Biden.
"Saya adalah orang yang berbicara dengan (Presiden Mesir Abdel Fattal El) Sisi untuk meyakinkan dia agar membuka pintu (perbatasan Rafah),” tambahnya.
Menurut laporan Gedung Putih, petugas keamanan membawa penginterupsi itu keluar dari ruangan sambil dia terus meneriakkan tuntutannya untuk "gencatan senjata sekarang".
Sementara penginterupsi itu dibawa keluar, audiens di dalam ruangan meneriakkan dukungan mereka untuk Biden dengan meneriakkan "empat tahun lagi".
“Saya memahami perasaannya,” lanjut Biden.
“Ini sangat rumit bagi Israel. Ini juga sangat rumit bagi dunia Muslim … Saya mendukung solusi dua negara, saya sudah mendukungnya sejak awal.”
Pernyataan presiden AS tersebut menandai perubahan posisi Gedung Putih, yang sebelumnya menyatakan tidak akan mendikte bagaimana Israel melakukan operasi militernya.
“Kami tidak menarik garis merah untuk Israel,” kata juru bicara Gedung Putih John Kirby pekan lalu. “Kami akan terus mendukung mereka.”
Pada Jumat, AS adalah satu dari hanya 14 negara di PBB yang memilih “tidak” terhadap resolusi Majelis Umum yang menyerukan “gencatan senjata”.
AS sejauh ini adalah sekutu terkuat Israel, mengirimkan bantuan miliaran dolar setiap tahunnya. Untuk mendukung serangan militer Israel yang sedang berlangsung. Biden telah meminta Kongres untuk menyetujui paket bantuan militer senilai US$14,3 miliar ke negara tersebut.
Biden telah menghadapi tekanan yang semakin besar dari aktivis hak asasi manusia, sesama pemimpin dunia, dan bahkan anggota progresif Partai Demokrat untuk mengendalikan Israel dari serangan tanpa henti di Gaza.
Dia menghadapi reaksi keras dari warga Amerika keturunan Arab, yang merupakan konstituen penting di Partai Demokrat, karena dukungannya yang kuat terhadap Israel dalam perang tersebut.
Dukungan terhadap Biden dari kalangan Arab-Amerika anjlok hingga 17 persen, menurut survei yang dilakukan oleh lembaga pemikir Arab American Institute (AAI).
Israel telah meningkatkan serangan udara dan darat ke Jalur Gaza, yang telah menjadi sasaran serangan udara berkelanjutan sejak kelompok Palestina Hamas melancarkan serangan mendadak ke Israel pada 7 Oktober.
Israel juga memblokade total Jalur Gaza dan melarang bantuan kemanusiaan masuk. Kini, bantuan kemanusiaan sudah mulai masuk ke Gaza, tetapi jumlahnya masih jauh dari yang dibutuhkan oleh masyarakat di Gaza.
Israel sampai saat ini juga tak kunjung mengizinkan bantuan BBM masuk ke Gaza, yang menyebabkan banyak rumah sakit di Jalur Gaza berhenti beroperasi.
Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan lebih dari 9.000 warga Palestina, termasuk lebih dari 3.700 anak-anak, tewas akibat serangan Israel sejak 7 Oktober 2023.
Mereka juga mengatakan setidaknya 195 warga Palestina tewas dalam serangan Israel terhadap kamp pengungsi Jabalia pada Rabu.
Pilihan Editor: Dikritik karena Pro Israel, Biden Luncurkan Program Lawan Islamofobia
AL JAZEERA | ANADOLU