TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri Cina mengatakan Amerika Serikat tidak mempunyai hak untuk terlibat dalam masalah antara Cina dan Filipina ketika ketegangan meningkat terkait konflik di perairan yang disengketakan di Laut Cina Selatan.
“AS bukan pihak yang terlibat dalam masalah Laut Cina Selatan, AS tidak punya hak untuk terlibat dalam masalah antara Cina dan Filipina,” kata juru bicaraKemenlu Cina Mao Ning pada konferensi pers reguler ketika ditanya tentang pernyataan AS yang akan membela Filipina dalam sengketa Laut Cina Selatan.
Cina dan Filipina beberapa kali terlibat konfrontasi tingkat tinggi di Laut Cina Selatan, terutama di perairan yang disengketakan di sekitar Second Thomas Shoal, bagian dari Kepulauan Spratly.
Minggu lalu, sebuah kapal Cina bertabrakan dengan kapal Filipina, dan Manila mengutuk “dalam tingkat yang paling keras” atas “manuver pemblokiran berbahaya” terhadap kapal tersebut.
“Janji AS untuk membela Filipina tidak boleh merugikan kedaulatan dan kepentingan maritim Cina di Laut Cina Selatan, dan juga tidak boleh mendukung dan mendorong klaim ilegal Filipina,” kata Mao.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Filipina belum mengeluarkan komentar atas pernyataan Cina itu.
Presiden AS Joe Biden mengatakan pada hari Rabu di Gedung Putih bahwa komitmen Amerika terhadap pertahanan Filipina tetap “sangat kuat,” setelah menuduh Cina bertindak “berbahaya dan melanggar hukum” di Laut Cina Selatan.
“Setiap serangan terhadap pesawat, kapal, atau angkatan bersenjata Filipina akan mengacu pada Perjanjian Pertahanan Bersama kami dengan Filipina,” kata Biden dalam sambutannya saat pertemuan bersama dengan perdana menteri Australia.
Amerika Serikat dan Filipina baru-baru ini menyepakati pedoman baru untuk Perjanjian Pertahanan Bersama tahun 1951. Pedoman tersebut sekarang secara khusus menyebutkan bahwa komitmen pertahanan bersama akan diterapkan jika terjadi serangan bersenjata terhadap salah satu negara “di mana pun di Laut Cina Selatan”.
Cina mengklaim kedaulatan atas hampir seluruh Laut Cina Selatan, meskipun Mahkamah Internasional pada 2016 memutuskan bahwa hak tersebut tidak memiliki dasar hukum. Cina tidak mengkakui keputusan tersebut karena tidak menjadi anggotanya.
REUTERS
Pilihan Editor Konglomerat RI Sumbang Rp 7,5 M untuk Warga Gaza, Datangi Kedubes Palestina