TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pertahanan Cina mengkritik laporan Pentagon di Amerika Serikat yang merinci pertumbuhan kekuatan militer dan persenjataan nuklir Cina dalam perselisihan terbaru antara kedua negara adidaya tersebut.
“Kami menyatakan ketidakpuasan kami yang kuat dan penolakan tegas terhadap laporan ini,” kata juru bicara Kementerian Pertahanan Wu Qian dalam sebuah pernyataan, menggambarkan laporan tersebut sebagai hype yang berlebihan tentang “’ancaman militer Cina’ yang tidak ada.”
Wu membela pertumbuhan kekuatan militer Cina sebagai hal yang diperlukan untuk menjaga kepentingan nasionalnya dan sebagai pencegah perang di masa depan.
Cina berada di tengah-tengah dua kampanye besar untuk mengubah Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) menjadi “militer kelas dunia” pada 2027 dan mencapai “peremajaan nasional” pada 2049.
Elemen kunci dari “peremajaan nasional” termasuk mencaplok Taiwan, pulau yang diperintah secara demokratis yang diklaim Beijing sebagai bagian dari wilayahnya. Meskipun kekuatan militer Taiwan hanya sedikit dibandingkan dengan PLA, perjanjian keamanan jangka panjang Taiwan dengan Washington berarti Taiwan dapat memiliki kekuatan militer AS untuk mendukungnya dalam perang di masa depan.
Untuk menunjukkan kekuatan militernya, Cina menembakkan rudal ke Taiwan pada Juli 2022 dan melakukan latihan angkatan laut selama beberapa hari di Selat Taiwan untuk memprotes kunjungan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS saat itu Nancy Pelosi ke Taipei. PLA melakukan latihan serupa untuk menandai kunjungan tidak resmi Presiden Taiwan Tsai Ing-wen ke AS.
Meskipun PLA sudah memiliki angkatan laut terbesar di dunia, kekuatan militernya terus berkembang di wilayah lain, menurut Pentagon.
Persenjataan nuklirnya kini mencakup lebih dari 500 hulu ledak dan potensi mencapai lebih dari 1.000 pada 2023, menurut laporan tersebut.
Pentagon mengatakan Cina mungkin juga mempertimbangkan cara membangun sistem rudal jarak jauh antarbenua yang dipersenjatai secara konvensional dan mampu menyerang AS.