TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan menuding Dewan Kemanan perserikatan Bangsa-Bangsa (Dewan Keamanan PBB) bertanggung jawab atas tewasnya ribuan warga Palestina baik di Jalur Gaza maupun di Tepi Barat.
Hal ini diungkapkan Pangeran Faisal dalam pertemuan tingkat tinggi Dewan Keamanan PBB di Kota New York, Amerika Serikat, untuk membahas perang di Gaza pada Selasa.
“Rakyat Palestina menderita di bawah blokade dan peningkatan mesin perang Israel yang terus berlanjut,” katanya, merujuk serangan brutal Israel selama dua pekan terakhir untuk membalas serangan mendadak Hamas.
Hampir 5.800 orang di Jalur Gaza yang terkepung tewas sejak kelompok pejuang Hamas melancarkan serangan mematikan ke Israel pada 7 Oktober. Sementara itu, sebanyak 16.297 warga Palestina luka-luka di daerah kantong pesisir tersebut.
Serangan udara Israel yang membabi buta dipicu oleh serangan besar-besaran Hamas terhadap sejumlah target militer dan kota-kota Israel pada 7 Oktober, yang sejauh ini telah menewaskan sedikitnya 1.400 orang di Israel.
“(Operasi militer) terus menargetkan fasilitas sipil (Palestina), sekolah, rumah sakit, infrastruktur. Mereka telah merenggut nyawa ribuan warga sipil, termasuk perempuan, anak-anak dan orang tua. Mereka telah melukai ribuan warga sipil.”
“Kegagalan komunitas internasional, hingga hari ini, untuk mengakhiri hukuman kolektif yang dilakukan pasukan pendudukan Israel terhadap penduduk Gaza, dan upaya mereka untuk menggusur mereka secara paksa, tidak akan membawa kita lebih dekat pada keamanan dan stabilitas.”
Pertemuan tersebut diselenggarakan oleh Brasil, yang memegang jabatan presiden bergilir dewan keamanan PBB bulan ini. Hadirin termasuk Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, keluarga korban Israel dari serangan Hamas pada 7 Oktober, dan perwakilan lebih dari 85 negara.
“Kami mengadakan pertemuan ini dalam keadaan yang menyakitkan, menyusul perkembangan berbahaya di Jalur Gaza yang merenggut nyawa ribuan warga sipil,” kata Pangeran Faisal ketika dia memperingatkan akan terjadinya bencana kemanusiaan dan dampak berbahaya bagi keamanan kawasan dan dunia yang lebih luas.
Dia mengatakan sikap diam dewan terhadap masalah Palestina telah “berlangsung selama beberapa dekade” dan tidak dapat diterima.
“Dewan ini memikul tanggung jawab atas dampak krisis ini, hilangnya nyawa dan harta benda, serta ancaman terhadap keamanan dan stabilitas kawasan,” kata Pangeran Faisal.
“Menjaga perdamaian dan keamanan internasional merupakan tugas utama dewan ini. Namun saat ini kita melihat mereka tidak mampu menjalankan perannya. DK PBB terlambat mencapai resolusi untuk mengatasi krisis ini, karena Israel terus melakukan pelanggaran terhadap konvensi internasional, termasuk hukum humaniter internasional. Hal ini menimbulkan keraguan terhadap kredibilitas mekanisme legitimasi internasional.”
Dia meminta para anggota dewan tersebut untuk memikul tanggung jawab atas pembentukan dewan tersebut, dan mendesak masyarakat internasional untuk mengambil sikap tegas dalam mengakhiri operasi militer di Gaza, mencegah konflik meningkat, melindungi warga sipil, dan mengakhiri blokade terhadap Gaza.
Sang pangeran menyesalkan standar ganda dan “selektivitas” dalam penerapan peraturan dan resolusi PBB, dan memperingatkan bahwa kurangnya akuntabilitas atas eskalasi yang sedang berlangsung berisiko memicu “kekerasan lebih lanjut, kehancuran lebih lanjut – hal ini akan mengarah pada ekstremisme lebih lanjut.”
Ia menyalahkan kegagalan dalam menerapkan resolusi PBB atas siklus kekerasan yang sedang berlangsung, dan menggarisbawahi perlunya mengakui akar penyebab konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung lama. Kegagalan untuk melakukan hal ini, tambahnya, akan menghambat peluang untuk mencapai solusi jangka panjang terhadap konflik tersebut, dan membawa perdamaian dan keamanan di wilayah tersebut.
“Kita perlu secara serius menghidupkan kembali proses perdamaian,” kata Pangeran Faisal. “Kami berupaya untuk masa depan yang lebih baik bagi wilayah kami. Kami berharap wilayah ini akan menikmati perdamaian, kesejahteraan akan terjamin bagi semua orang, dan masa depan yang lebih baik akan terjamin bagi masyarakat di wilayah tersebut dan generasi penerus.”
“Inilah perdamaian yang kami cita-citakan: Perdamaian berkelanjutan yang menjamin solusi dua negara dan pembentukan negara Palestina seperti 1967, yang akan mencapai stabilitas keamanan dan kemakmuran bagi semua.”
Pilihan Editor: Indonesia Desak Sidang Khusus Majelis Umum PBB Soal Gaza
ARAB NEWS