TEMPO.CO, Jakarta - Amerika Serikat kembali menolak seruan gencatan senjata di Gaza, pada Senin, 24 Oktober 2023. Penolakan itu dilakukan di tengah korban jiwa yang terus berjatuhan. Hampir 6.500 orang tewas dalam perang Hamas vs Israel, termasuk sedikitnya 5.087 warga Palestina dan lebih dari 1.400 warga Israel.
AS beralasan, gencatan senjata akan memberikan kesempatan bagi kelompok Hamas Palestina untuk mengumpulkan kekuatan dan menyiapkan serangan lebih lanjut terhadap Israel.
“Gencatan senjata apa pun akan memberikan kemampuan untuk beristirahat, memulihkan diri, dan bersiap untuk terus melancarkan serangan teroris terhadap Israel,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller, kepada wartawan dalam konferensi pers harian.
“Anda dapat memahami dengan jelas mengapa situasi ini tidak dapat ditoleransi oleh Israel, karena ini merupakan situasi yang tidak dapat ditoleransi oleh negara mana pun yang telah mengalami serangan teroris brutal dan terus melihat ancaman teroris tepat di perbatasannya,” kata Miller.
Dia juga mencatat bahwa utusan khusus AS, David Satterfield, bekerja di lapangan untuk memfasilitasi perjalanan bantuan kemanusiaan melalui penyeberangan Rafah. Satterfield juga memastikan keberangkatan yang aman bagi warga AS dan warga negara asing lainnya.
Pekan lalu, AS menuai kritik karena memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang meminta “jeda kemanusiaan” dalam konflik Israel-Palestina yang sedang berlangsung untuk menyalurkan bantuan ke Gaza.
Konflik di Gaza, yang dibombardir dan diblokade Israel sejak 7 Oktober 2023, dimulai ketika Hamas memulai Operasi Banjir Al-Aqsa. Serangan
mendadak mencakup serangkaian peluncuran roket dan infiltrasi ke Israel melalui darat, laut dan udara. Militer Israel kemudian melancarkan Operasi Pedang Besi terhadap sasaran Hamas di Jalur Gaza.
ANADOLU AGENCY
Pilihan Editor: Negara-Negara Barat Terbelah Sikap Soal Jeda Kemanusiaan d Gaza