TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok militan Palestina, Hamas, banyak menarik perhatian dunia setelah melancarkan serangan militer ke Israel pada Sabtu, 7 Oktober 2023. Kekuatan Hamas untuk melawan Israel demi kemerdekaan Palestina tentu tidak bisa dilepaskan dari sosok pendiri Hamas yakni Syeikh Ahmad Yassin. Meski mengalami disabilitas, namun Syeikh Ahmad Yassin memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap pengikutnya.
Syeikh Ahmad Yassin menjadi aktor penting di balik gerakan Hamas. Berkat arahannya, Hamas kini menjadi kelompok dengan kekuatan politik maupun militer di Palestina. Lantas, seperti apa profil Syeikh Ahmad Yassin yang merupakan pendiri Hamas? Simak informasi lengkapnya di bawah ini.
Profil Syeikh Ahmad Yassin
Mengutip buku Hamas, Ikon Perlawanan Islam Terhadap Zionisme, Syeikh Ahmad Yassin adalah pria keturunan Arab-Palestina yang lahirkan pada 1936 di desa Al-Jaurah, pinggiran kota Al- Majdal, sekitar 20 kilometer sebelah utara Jalur Gaza. Saat usianya belum genap 3 tahun, ayah Yassin wafat. Sewaktu kecil, Yassin dipanggil dengan nama Ahmad sa’dah. Nama tersebut diambil dari nama ibunya yang bernama Sa’dah Abdullah Al-Hubael. Hal ini dilakukan untuk membedakan nama Ahmad yang banyak dipakai di keluarga Yassin.
Pada tahun 1948, kelompok-kelompok bersenjata Yahudi mengusir ribuan warga Palestina. Akibatnya, Yassin yang saat itu baru berusia 12 tahun bersama puluhan ribu warga Palestina lainnya pindah ke Gaza. Peristiwa pengusiran itu kemudian sangat memengaruhi gaya pemikiran dan politiknya. Sejak peristiwa itu, Yassin berpandangan bahwa berjuang di atas kaki sendiri jauh lebih berharga dibandingkan harus berpangku tangan pada bantuan negara-negara lain.
Sebagai keluarga pengungsi Palestina, masa kecil Yassin dipenuhi dengan getirnya kemiskinan dan kelaparan. Demi menyambung hidup, Yassin harus putus sekolah dan bekerja sebagai pelayan sebuah restoran di Gaza. Beruntung, ia dapat melanjutkan kembali studinya yang sempat terputus.
Pada 1952, Yassin mengalami sebuah kecelakaan saat berolahraga bersama teman-temannya. Kecelakaan itu menyebabkan Yassin mengalami patah tulang leher hingga mengalami kelumpuhan permanen. Meski begitu, dengan segala keterbatasan fisik, akhirnya Yasin dapat menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas pada 1958.
Piawai Berorasi dan Terlibat Dalam Dunia Pergerakan
Pada 1956, tepat di usia 20 tahun, Yassin ikut serta dalam aksi unjuk rasa di Gaza untuk menentang persekutuan segitiga musuh terhadap Mesir. Dalam peristiwa itu, ia memperlihatkan kepiawaiannya dalam berorasi dan mengorganisasi massa. Sejak saat itu, kemampuan orasi Yassin mulai melambungkan namanya di Gaza. Sayangnya, ketenaran Yassin justru menimbulkan rasa curiga para intelijen Mesir.
Pada tahun 1965, ia ditangkap bersamaan dengan gelombang penangkapan besar-besaran yang dilakukan oleh pemerintah Mesir terhadap anggota gerakan Ikhwanul Muslimin. Setelah menjalani satu bulan di penjara, Yassin akhirnya dibebaskan karena tidak ditemukan bukti keterlibatannya dengan Ikhwanul Muslimin. Sejak saat itu, secara tidak langsung Yassin mulai mengenal Ikhwanul Muslimin.
Setelah kekalahan Arab dalam Perang 1967, agresi Israel di Palestina semakin meningkat, terutama di wilayah Gaza. Hal ini mendorong Yasin untuk kembali ke jalur perlawanan dan memberikan pidato-pidato. Pada saat yang sama, Yassin juga aktif dalam mengumpulkan dana bantuan untuk keluarga korban dan tahanan Palestina.