TEMPO.CO, Jakarta -Total 27.302 orang di Bago, Myanmar selatan, mengungsi di 47 kamp bantuan pada Selasa malam akibat banjir yang disebabkan meluapnya Sungai Bago, demikian menurut laporan saluran televisi milik pemerintah Myanmar, MRTV.
Menurut Departemen Meteorologi dan Hidrologi Myanmar, ketinggian air Sungai Bago di Bago telah melewati ambang batas aman sejak Minggu.
Ketinggian air Sungai Bago di Kota Bago pada Selasa terpantau sekitar 121 sentimeter di atas ambang batas amannya, menurut biro cuaca itu. Meski begitu, lembaga itu menambahkan bahwa ketinggian air diperkirakan akan surut sekitar 15 cm dalam satu hari.
Perjalanan kereta yang melewati Wilayah Bago juga telah ditangguhkan sejak Minggu, menurut seorang pejabat perkeretaapian.
"Ini merupakan banjir terbesar yang pernah saya alami selama 35 tahun hidup saya. Tidak ada air minum dan tidak ada air bersih yang bisa dimasak. Semuanya terendam," kata Aye Aye Aung, seorang warga Bago, kepada Xinhua.
Operasi penyelamatan hingga saat ini masih berlangsung. Hujan lebat diperkirakan akan turun di Bago pada Rabu 11 Oktober 2023 dan Kamis.
Seorang relawan setempat mengatakan sisi barat Kota Bago masih terendam, tetapi air banjir telah surut dari wilayah perkotaan lainnya.
“Meski banjir sudah surut, kami tidak membiarkan masyarakat kembali ke rumah. Rumah mereka perlu dibersihkan sebelum mereka kembali,” kata seorang relawan kepada The Irrawaddy.
Wilayah Bago mengalami banjir musiman, tetapi krisis yang terjadi saat ini adalah yang terburuk dalam 60 tahun terakhir. Banjr menenggelamkan 80 persen Kota Bago dan menyebabkan setidaknya satu penduduk tewas, menurut penduduk setempat.
“Kami harus melakukan perjalanan dengan perahu di beberapa tempat. Orang-orang tidak bisa berjalan di beberapa daerah meskipun tingkat banjir sudah turun,” kata U Tun Myat Nyunt, kepala yayasan penyelamatan Wonyan Hmue.
Ia mengatakan sekitar 20.000 orang di tiga kelurahan yang belum pernah terkena banjir sebelumnya – Mhaw Kan, Ponnar Su, dan Socialist – masih membutuhkan bantuan.
“Kami mengirimkan air minum dan makanan. Saat ini, sumber air minum sangat langka,” kata U Tun Myat Nyunt kepada The Irrawaddy.
Di sebelah barat daya, korban banjir di Kotapraja Hlegu di pinggiran Wilayah Yangon masih berada di kamp bantuan sambil menunggu banjir surut, menurut relawan kamp.
“Persediaan makanan dan obat-obatan sangat dibutuhkan bagi masyarakat di Bago dan Hlegu yang terkena dampak banjir,” kata Palang Merah Myanmar.
Pilihan Editor: Banjir di Myanmar, 10 Orang Tewas dan Ribuan Lainnya Mengungsi
THE IRRAWADY | XINHUA