TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Vladimir Putin pada hari Kamis, 5 Oktober 2023 mengatakan bahwa Rusia telah berhasil menguji coba rudal strategis baru yang ampuh. Ia menegaskan bahwa bukan tidak mungkin Rusia dapat melakukan uji coba senjata yang melibatkan ledakan nuklir untuk pertama kalinya dalam lebih dari tiga dekade.
Putin mengatakan untuk pertama kalinya bahwa Moskow telah berhasil menguji Burevestnik, sebuah rudal jelajah bertenaga nuklir dan berkemampuan nuklir dengan potensi jangkauan ribuan mil.
Pada pertemuan tahunan para analis dan jurnalis, ia juga mengatakan bahwa Rusia hampir menyelesaikan sistem rudal balistik antarbenua Sarmat, elemen kunci lain dari senjata nuklir generasi barunya.
Putin, yang telah berulang kali mengingatkan dunia akan kekuatan nuklir Rusia sejak melancarkan invasi ke Ukraina pada 24 Februari 2022, mengatakan tidak ada orang waras yang akan menggunakan senjata nuklir untuk melawan Rusia.
Jika serangan seperti itu terdeteksi, katanya, “misil kami dalam jumlah yang sangat banyak – ratusan, ratusan – akan muncul di udara sehingga tidak ada satu musuh pun yang memiliki peluang untuk bertahan hidup”.
Uji coba yang melibatkan ledakan nuklir belum pernah dilakukan Rusia sejak 1990, tahun sebelum runtuhnya Uni Soviet. Namun, Putin menolak mengesampingkan kemungkinan pihaknya dapat melanjutkan pengujian tersebut.
Ia mencatat bahwa Amerika Serikat belum meratifikasi perjanjian yang melarang uji coba nuklir, sedangkan Rusia telah menandatangani dan meratifikasinya. Secara teori, ia mengatakan parlemen Rusia, Duma, bisa saja mencabut ratifikasinya.
Analis militer mengatakan dimulainya kembali uji coba nuklir oleh Rusia, AS, maupun keduanya akan sangat mengganggu stabilitas di saat ketegangan antara kedua negara lebih besar dibandingkan sebelumnya dalam 60 tahun terakhir.
Pada bulan Februari, Putin menangguhkan partisipasi Rusia dalam perjanjian New START yang membatasi jumlah senjata nuklir yang dapat digunakan oleh masing-masing pihak. Sebelumnya, AS dan Rusia telah sepakat untuk memperpanjang perjanjian tersebut hingga 4 Februari 2026.
Namun, ujar Putin, Rusia tidak perlu menulis ulang doktrinnya mengenai penggunaan senjata nuklir, yang menyatakan bahwa mereka mungkin akan menembakkan senjata tersebut sebagai respons terhadap serangan nuklir kepadanya atau jika terjadi ancaman terhadap keberadaan negara.
Menanggapi pertanyaan dari analis Rusia Sergei Karaganov, yang menganjurkan penurunan ambang batas penggunaan nuklir, Putin berkata: “Saya tidak melihat perlunya hal ini.”
Ia menambahkan, “Tidak ada situasi saat ini di mana sesuatu akan mengancam kenegaraan Rusia dan keberadaan Rusia. Tidak. Saya pikir tidak ada orang berpikiran sehat dan memiliki ingatan yang jernih akan berpikir untuk menggunakan senjata nuklir untuk melawan Rusia.”
Karaganov berpendapat bahwa sudah waktunya bagi Rusia untuk menurunkan ambang batas penggunaan nuklirnya untuk “menahan, menakut-nakuti, dan menyadarkan lawan-lawan kita”. Pendapatnya telah menimbulkan keheranan di kalangan analis strategis Rusia dan Barat.
Ia menulis dalam sebuah artikel baru-baru ini bahwa Rusia harus “mengguncang” musuh-musuhnya dengan mengancam akan melakukan serangan nuklir terhadap negara-negara Eropa dan pangkalan AS di Eropa.
REUTERS
Pilihan Editor: Meksiko Tolak Rencana Pembangunan Tembok Pembatas Baru dengan AS