TEMPO.CO, Jakarta - Sejak tentara Azerbaijan menyerbu daerah kantong Nagorno-Karabakh dalam serangan kilat pekan lalu, hampir 90 persen penduduk etnis Armenia di wilayah tersebut telah melarikan diri karena takut mengatakan akan penganiayaan dan pembersihan etnis.
Nazeli Baghdasaryan, sekretaris pers Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan, mengatakan pada Sabtu bahwa 100.417 orang telah tiba di Armenia dari Nagorno-Karabakh. Wilayah itu berpenduduk sekitar 120.000 jiwa, sebelum Azerbaijan merebut kembali wilayah tersebut dalam serangan kilat minggu lalu.
PBB menambahkan ribuan pengungsi lainnya mengalami penundaan berjam-jam akibat kemacetan besar di perbatasan.
“Banyak yang kelaparan, kelelahan dan membutuhkan bantuan segera,” kata Filippo Grandi, kepala badan pengungsi PBB UNHCR, melalui media sosial pada Jumat malam. “Bantuan internasional sangat dibutuhkan.”
Italia mengatakan Armenia telah meminta Uni Eropa menyediakan tempat penampungan sementara dan pasokan medis untuk membantu mereka menangani para pengungsi.
Siranush Sargsyan, seorang jurnalis lepas yang telah melaporkan pelarian etnis Armenia dari Nagorno-Karabakh, mengatakan kepada Reuters bahwa ribuan orang – barang-barang mereka dijejali di dalam mobil, truk, dan traktor – terjebak di jalan raya pegunungan menuju ke Armenia.
Banyak yang memerlukan perhatian medis segera, kata Sargsyan.
“Seperti yang Anda lihat, kami masih terjebak di jalan,” kata Sargsyan. “Eksodus ini sudah tidak tertahankan secara fisik karena kami sudah menghabiskan 16 jam di jalan ini… Sepertinya dalam 24 jam ke depan kami masih belum bisa mencapai perbatasan."
Seorang pengungsi Armenia, Spartak Harutyunyan, bermain dengan bayinya yang berusia sepuluh bulan sambil menanti kemacetan mereda.
"Orang-orang 'Turki' mengatakan kami bisa tinggal, tapi mereka selalu berbohong. Bagaimana kami bisa hidup bersama mereka?" katanya, menggunakan singkatan yang menghina pasukan Azerbaijan.
Pashinyan menuduh eksodus etnis Armenia dari Nagornor-Karabakh yang kini dikuasai Azerbaijan merupakan “tindakan langsung pembersihan etnis dan perampasan tanah air orang-orang”.
Kementerian Luar Negeri Azerbaijan dengan tegas menolak karakterisasi tersebut, dan mengatakan bahwa migrasi massal yang dilakukan oleh penduduk di wilayah tersebut adalah “keputusan pribadi mereka dan tidak ada hubungannya dengan relokasi paksa”.
Namun, Luis Moreno Ocampo, mantan kepala jaksa ICC, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa “jelas” apa yang terjadi adalah pembersihan etnis, dan mengatakan bahwa “deskripsi hukumnya disebut genosida.”
Nagorno-Karabakh diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan, tetapi sebagian besar dihuni oleh umat Kristen Armenia yang mendirikan Republik Artsakh tiga dekade lalu setelah konflik etnis berdarah saat Uni Soviet runtuh.
Pilihan Editor: PBB Siap Tampung 120.000 Pengungsi Etnis Armenia yang Eksodus dari Nagorno-Karabakh
REUTERS | AL JAZEERA