TEMPO.CO, Jakarta - Rusia dilaporkan telah mengubah mode rudal balistik antarbenua Sarmat RS-28 yang memiliki kemampuan nuklir menjadi mode operasional, yang sebelumnya pernah diungkapkan oleh Presiden Vladimir Putin sebagai langkah yang akan membuat musuh-musuh Rusia "berpikir dua kali." Pernyataan ini diumumkan oleh Yury Borisov, kepala Roskosmos, badan antariksa Rusia, di tengah meningkatnya retorika dan ancaman nuklir dalam beberapa pekan terakhir.
Sebagaimana dilaporkan oleh Arab News pada Sabtu, 2 September 2023, perubahan ini terjadi seiring dengan kemajuan serangan balasan Ukraina yang dimulai pada bulan Juni yang lalu. Awal tahun ini, Presiden Vladimir Putin telah mengumumkan bahwa rudal balistik antarbenua tersebut akan segera dikerahkan untuk tugas tempur.
“Kompleks baru Rudal Sarmat RS-28 ini memiliki karakteristik taktis dan teknis tertinggi dan mampu mengatasi semua sarana pertahanan anti-rudal modern. Ini tidak ada bandingannya di dunia dan tidak akan bertahan lama,” kata Putin saat itu.
Eskalasi keterlibatan AS
Pada Februari, laporan media yang mengutip sumber-sumber pejabat Amerika Serikat menyatakan bahwa Moskow diduga akan melakukan uji peluncuran rudal balistik antarbenua (ICBM) yang bersamaan dengan kunjungan Presiden AS Joe Biden ke Ukraina. Informasi ini diperoleh dari sumber di Kementerian Pertahanan AS, yang mencatat bahwa peringatan Rusia mengenai peluncuran rudal ini disampaikan melalui saluran media yang terkait dengan Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis (START).
Seorang pejabat AS menyatakan bahwa tindakan semacam itu sering kali dianggap sebagai rutinitas oleh Moskow. Namun, meningkatnya ketegangan dalam konflik ini mengindikasikan bahwa Rusia mungkin benar-benar berniat untuk menggunakan rudal berkekuatan nuklir tersebut. Para pengamat memperkirakan bahwa jika Rusia terus mengancam, konflik antara Rusia dan Ukraina dapat memasuki fase era nuklir, dengan keterlibatan langsung dari AS dan NATO.
Lalu, bagaimana spesifikasi dari Rudal Sarmat ini?