TEMPO.CO, Jakarta - Korea Selatan menyetujui rencana kota Seoul pada Jumat, 1 September 2923, untuk mengizinkan 100 pekerja rumah tangga asing masuk ke negara tersebut melalui program percontohan. Direkrutnya pekerja rumah tangga asing ini bertujuan meningkatkan angka kelahiran dengan membantu lebih banyak perempuan kembali bekerja.
Turunnya angka kelahiran yang tajam di Korea Selatan, populasi yang menua, dan keengganan Korea Selatan untuk menerima lebih banyak imigran menjadi penyebab menurunnya populasi. “Pembantu rumah tangga asing dapat merevitalisasi masyarakat, terutama dapat membantu istirahat karir,” kata Walikota Seoul Oh Se-hoon dalam sebuah postingan di Facebook minggu lalu.
Banyak perempuan Korea Selatan menghadapi tekanan untuk tinggal di rumah dan membesarkan keluarga atau memilih untuk tidak memiliki anak sama sekali karena tingginya biaya membesarkan anak. Di sisi lain, Kementerian Tenaga Kerja mengatakan jumlah anak muda Korea yang tertarik pada pekerjaan rumah tangga semakin berkurang.
Korea Selatan sedang melakukan pembicaraan dengan Filipina sebagai salah satu sumber pekerja potensial dengan tujuan untuk memulai program percontohan pada awal Desember, menurut para pejabat. Berdasarkan aturan yang ada saat ini, hanya orang asing tertentu, seperti pasangan warga negara Korea dan etnis Korea, yang diperbolehkan bekerja sebagai pekerja rumah tangga.
Pemerintah memperkirakan harga pasar saat ini untuk pekerja rumah tangga penuh waktu yang tinggal bersama keluarga angkat adalah sekitar 3,5-4,5 juta won atau setara Rp 39-52 juta per bulan. Skema ini adalah yang terbaru dari serangkaian upaya pemerintah membalikkan penurunan angka kelahiran di negara dengan perekonomian terbesar keempat di Asia.
Korea Selatan kembali melaporkan tingkat kesuburan terendah di dunia pada 2022, dengan rata-rata jumlah bayi yang lahir dari setiap wanita berada pada angka 0,78. Angka kesuburan di Seoul bahkan lebih rendah lagi yaitu 0,59.
Di antara negara-negara yang tergabung dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), angka rata-ratanya adalah 1,59 pada tahun 2020. Sementara itu, persentase masuknya pemukim asing ke negara ini termasuk yang terendah di OECD.
Menanggapi kritik bahwa pemerintah mengimpor tenaga kerja murah di tengah kondisi pekerja rumah tangga yang sudah buruk, para pejabat mengatakan para pekerja imigran akan dijamin mendapatkan upah minimum yang sama sebesar 9.620 won seperti warga Korea. “Tidak ada solusi universal untuk mengatasi angka kelahiran yang rendah,” kata Oh.
"Intinya adalah membiarkan semua kemungkinan terbuka saat kita menghadapi krisis yang membuat negara kita menghilang."
Puluhan kelompok masyarakat mendesak pemerintah untuk membatalkan rencana tersebut. Mereka mengatakan bahwa pemerintah seharusnya fokus pada pengurangan jam kerja panjang di negara itu. “Orang tua membutuhkan lebih banyak waktu untuk dihabiskan bersama anak-anak mereka, bukan seseorang yang melakukan outsourcing dalam membesarkan anak-anak mereka,” kata Park Min-ah, salah satu ketua kelompok sipil Politicalmamas.
REUTERS
Pilihan Editor: Dua bom Mobil Meledak di Ibu Kota Ekuador, Polisi Disandera Narapidana