TEMPO.CO, Jakarta – Kementerian Luar Negeri menyebut utusan pemerintah Taliban yang menguasai Afghanistan mengunjungi Indonesia secara informal. Kabul mengklaim perwakilannya telah bertemu dengan politikus di Jakarta.
“(Pejabat Taliban) Memang datang untuk urusan internal dengan perwakilan Afghanistan di Jakarta,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah saat dihubungi Tempo pada Rabu, 26 Juli 2023.
Faizasyah menegaskan tidak ada pertemuan apa pun di antara pejabat Taliban tersebut dan pihak pemerintah.
Pemerintahan Taliban merebut kembali kekuasaan pada Agustus 2021. Rezim tengah mencoba untuk menopang pengakuan di seluruh dunia Islam, termasuk mendekati Indonesia untuk meningkatkan hubungan politik dan ekonomi.
Indonesia belum mengakui legitimasi pemerintah Taliban. Sampai saat ini belum ada satu negara pun yang memberikan pengakuan.
Namun demikian, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi beberapa kali menyuarakan di forum internasional soal dukungan atas proses perdamaian dan pembangunan yang berkelanjutan di Afghanistan. Indonesia membuka kedutaan di Kabul pada tahun lalu setelah penutupan imbas pengambilalihan kekuasaan di Afghanistan.
Wakil juru bicara kementerian luar negeri Afghanistan Hafiz Zia Ahmad melalui Twitter menyatakan bahwa salah satu diplomat top pemerintahannya memimpin delegasi ke Indonesia. “Delegasi mengadakan pertemuan dan diskusi yang bermanfaat dengan beberapa cendekiawan, politisi, dan pengusaha di Indonesia untuk memperkuat hubungan politik dan ekonomi bilateral,” tulisnya pada 14 Juli 2023.
Pejabat itu tidak mengungkapkan politisi Indonesia mana yang bertemu dengan delegasi Afghanistan. Namun Ahmad dalam cuitannya menyebut, perwakilan Afghanistan juga bertemu dengan diplomat dari Sri Lanka, Bangladesh dan Singapura selama berada di ibu kota Indonesia.
Dalam beberapa bulan terakhir, otoritas Taliban telah menutup salon kecantikan wanita dan melakukan setidaknya dua eksekusi publik. Kabul juga melarang sekolah dan dan kerja bagi pegawai lembaga sipil perempuan.
Taliban meyakini sepenuhnya semua aspek interpretasi mereka terhadap hukum syariah.
Sebuah laporan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB bulan lalu oleh pelapor khusus Afghanistan Richard Bennett mengatakan bahwa penguasa negara itu mungkin “bertanggung jawab atas apartheid gender”. Ia menyebut Taliban memperburuk penderitaan perempuan dan anak perempuan di bawah versi hukumnya yang keras.
DANIEL A. FAJRI
Pilihan Editor: Delegasi Militer Rusia dan China Tiba di Korea Utara, Tamu Pertama sejak Covid-19