TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung Bangladesh pada Senin 24 Juli 2023 memerintahkan peraih Nobel Perdamaian dan perintis keuangan mikro Muhammad Yunus untuk membayar pajak lebih dari US$1 juta, atas donasi US$7 juta yang diberikan kepada tiga badan amal.
Yunus, 83 tahun, dipuji karena mengangkat jutaan orang dari kemiskinan sebagai perintis bank kredit mikro. Namun, dia berselisih dengan Perdana Menteri Sheikh Hasina, yang mengatakan dia "menghisap darah" dari orang miskin.
Dia dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian 2006 untuk karyanya mempromosikan pembangunan ekonomi. "Mahkamah Agung ... menolak petisi kami," kata pengacara Yunus, Sarder Jinnat Ali.
Mahkamah, yang menguatkan keputusan pengadilan yang lebih rendah, memutuskan pada Minggu bahwa Yunus harus membayar pajak karena undang-undang tidak mendukung pembebasan pajak untuk sumbangan ke perwalian.
Yunus telah mendonasikan 767 juta taka (US$7 juta) kepada Profesor Muhammad Yunus Trust, Yunus Family Trust, dan Yunus Center antara 2011-2014.
Pengadilan memerintahkan dia membayar total tagihan pajak sebesar 150 juta taka (US$1,4 juta), 30 juta taka diantaranya telah dia bayar.
Yunus telah dipuji karena membantu memberantas kemiskinan ekstrem di Bangladesh dengan menawarkan pinjaman keuangan mikro kepada puluhan juta perempuan pedesaan melalui Grameen Bank, yang didirikannya pada 1980-an.
Pengawas anti-korupsi Bangladesh tahun lalu memerintahkan penyelidikan luas terhadap yayasan-yayasan yang dipimpin Yunus. PM Hasina telah menyerangnya secara pribadi, menyalahkannya karena Bank Dunia menarik diri dari proyek jembatan yang terperosok dalam tuduhan korupsi.
Ketika jembatan dekat Dhaka akhirnya dibuka pada Juni tahun lalu, Hasina mengatakan Yunus harus "dicelupkan ke dalam sungai" karena membahayakan penyelesaiannya.
Pada Maret, 40 tokoh global termasuk mantan Sekjen PBB Ban Ki-moon dan mantan menteri luar negeri AS Hillary Clinton menerbitkan surat bersama yang meminta Bangladesh untuk menghentikan serangan dan pelecehan yang "tidak adil" terhadap Yunus.
Pilihan Editor: Bangladesh Tuding Peraih Nobel Korupsi
AL ARABIYA