TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Thailand Don Pramudwinai membela inisiatif Bangkok untuk menyelesaikan krisis Myanmar di luar kerangka kerja ASEAN, meski upaya ini membuat tegang Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara itu.
“Kami, seluruh keluarga ASEAN ingin melihat Myanmar kembali bergabung dalam pertemuan-pertemuan kami,” kata Don saat ditemui di Jakarta usai pertemuan menteri luar negeri ASEAN, Selasa, 11 Juli 2023.
Thailand beberapa kali menggelar pertemuan dengan perwakilan junta Myanmar sebagai pendekatan lain untuk menyelesaikan krisis di negara itu.
Myanmar terperosok dalam kekerasan dan ketidakstabilan yang berasal dari kudeta militer terhadap pemerintahan terpilih sipil Aung San Suu Kyi pada 2021. Ratusan orang tewas dan ribuan orang ditangkap – terjadi penahanan sewenang-wenang, penghilangan paksa, serta penyiksaan yang meluas di Myanmar.
Pertemuan bersama junta Myanmar yang diinisiasi Thailand pada Juni lalu, dikritisi oleh banyak pihak termasuk Indonesia selaku ketua ASEAN tahun ini. Hanya menteri luar negeri Laos dan diplomat tinggi yang ditunjuk junta Myanmar hadir dalam pertemuan itu.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi saat jumpa pers di Jakarta pada Jumat, 7 Juli 2023, menegaskan ASEAN tetap berpegang pada konsensus lima butir yang disepakati. Konsensus lima poin mencakup penghentian permusuhan, memungkinkan dialog inklusif, dan memberikan akses penuh ke bantuan kemanusiaan.
Blok regional telah melarang para jenderal Myanmar menghadiri pertemuan internasional yang diselenggarakan ASEAN di tingkat menteri luar negeri dan pemimpin pemerintahan atau negara, hingga mereka menunjukkan komitmen untuk mengimplementasikan perjanjian tersebut.
Menurut Don, pembicaraan yang sudah tiga kali diselenggarakan Thailand dengan mengundang junta Myanmar, sesuai dengan kesepakatan para pemimpin ASEAN berdasarkan dokumen tinjauan dan keputusan implementasi konsensus.
Menlu Thailand itu merujuk pada artikel 14 dokumen yang dirilis usai KTT ASEAN 2022 di Phnom Penh, Kamboja, yang berbunyi “ASEAN akan mempertimbangkan untuk menjajaki pendekatan lain yang dapat mendukung pelaksanaan Konsensus Lima Poin”.
Ia berpendapat bahwa pertemuan tersebut bersifat informal dan tidak dilaksanakan dalam kerangka ASEAN. Dia pun menegaskan bahwa dialog inklusif di antara seluruh pemangku kepentingan di Myanmar merupakan “satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah ini”.
Indonesia sudah melibatkan semua pemangku kepentingan di Myanmar termasuk junta militer dan pemerintahan bayangan sipil atau NUG. Jakarta mendorong de-eskalasi kekerasan dan penghentian penggunaan senjata, serta mengusahakan pengiriman bantuan kemanusiaan ke wilayah yang membutuhkan.
DANIEL A. FAJRI
Pilihan Editor Kolusi Model 'Ali Baba' Gerus 1 Persen PDB Malaysia, Bisa Rp48 Triliun